Potret Isra Mi’raj dalam Sains & Hermeneutika

Sahib Munawar

Padahal Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa yang sublim.jika dilihat dari prespektif keilmuan Islam, maka persoalannya menjadi lain, ia tetap ilmiah dan benar, sebab dalam konsep Islam, ilmu di samping memiliki paradigma deduktif-induktif juga mengakui paradigma transenden, yaitu pengakuan adanya kebenaran yang datang dari Tuhan.

Pengakuan terhadap hal-hal yang bersifat metafisik (misalnya adanya Tuhan, malaikat, hari kebangkitan, surga, neraka dan seterusnya) merupakan kebenaran agama yang tak perlu adanya bukti empiris, melainkan persolan-persoalan metafisik tersebut benar adanya (realistis).

Dan dalam Al qur'an sudah berpessn bahwa manusia itu memiliki pengetahuan yang sedikit (QS.17: 85), diakui juga oleh Ilmuwan abad ke 20 seperti Schwart misalnya  seorang pakar Matematika  Perancis menyatakan bahwa" Fisikawan abad ke 19 berbangga diri dengan kemampunnya menghakimi segenap problem kehidupan, bahkan sampai kepada sajak sekalipun.

Sedangkan fisikawan abad 20 yakin benar bahwa ia tidak sepenuhnya tahu segalanya meski yang disebut materi sekalipun. Teori Black Holes menyatakan bahwa: pengetahuan manusia tentang alam hanyalah mencapai tiga persen saja.

Sedangkan 97 persennya di luar kemampuan manusia. Itulah sebabnya seorang Kierkegaard tokoh eksistensialisme menyatakan “Seseorang harus percaya bukan karena ia tahu, melainkan karena ia tidak tahu“. Lalu Imanual Kant juga berkata, “Saya terpaksa menghentikan penyelidikan ilmiah demi penyediakan waktu bagi hatiku untuk percaya“.

Kebanyakan dari umat muslim Terjebak dan ingin Agar Isra Mi'raj dijadikan Simbol untuk menjewantahkan dalam kehidupan Sehari hari dan tiada gading yang tak retak semoga bermanfaat bagi kita. (*)

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...