Kebijakan “Patah-patah”

Disisi lain, fungsi pengontrolan dari civil society tidak terkonsolidasi dengan baik. Padahal, peran masyarakat dalam kebijakan publik di Provinsi Maluku Utara sangat diperhitungkan untuk memastikan Political Will berorientasi pada kepentingan masyarakat. Lemahnya kesadaran kolektif masyarakat untuk mengontrol kebijakan pemerintah akan semakin memperlebar praktik penyalahgunaan kekuasaan.

Asumsi ini sejalan dengan pandangan Prof. Mahfud MD. "Kita perlu kesadaran kolektif, yang harus membangun kesadaran itu adalah rakyat sehingga pejabat-pejabat yang dipilih rakyat itu, orang yang bisa dipertanggungjawabkan".

Pandangan ini harus dibangun dengan kesadaran bahwa masyarakat mempunyai tanggungjawab moral untuk terus merongrong praktik kekuasaan yang semenah-menah. Ketiadaan civil society dalam ruang kebijakan publik menunjukkan kehampaan dalam Keakraban demokrasi.

Salah satu contoh kasus yang baru-baru ini menyita perhatian publik. Seperti wacana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang ramai digulirkan pada akhir tahun 2024. Dengan gelombang perlawanan masyakarat yang terus didengungkan mampu menggugurkan beban pajak dan hanya dibebankan untuk barang mewah.

Kekuatan civil society dari kelompok mahasiswa, pergerakan pemuda hingga akademisi ramai-ramai mengkritisi kebijakan kenaikan PPN. Suasana seperti ini merupakan akumulasi kesadaran kolektif yang perlu terkonsolidasi. Guna melakukan pencekalan atas kebijakan yang menimbulkan keretakan sosial ekonomi ditengah masyarakat.

Sepanjang 2024, masalah yang muncul di lingkup Pemprov Maluku Utara seperti utang pihak ketiga, utang dana bagi hasil (DBH), tunggakan gaji pegawai, praktik jual beli jabatan, lolosnya penetapan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) tanpa prosedur.

Hingga pembangunan gedung-gedung perkantoran di ibu kota Sofifi tanpa penghuni dan persoalan lainnya. Ini harus dipandang satu sisi karena lemahnya pengawasan dan pengontrolan.

Urgensi pengawasan terhadap kebijakan pemerintah tidak boleh dipandang sebelah mata. Sebab, nasib hidup dan masa depan masyakarat di Maluku Utara bergantung pada setiap pemangku kebijakan.

Awal 2025, sebagai refleksi untuk memotret ketimpangan masa lalu tidak terjadi lagi di tahun ini. Kehadiran pemerintah melalui pemangku kebijakan diharapkan mampu menjamin arah kemajuan pembangunan daerah dan memastikan keadilan ditengah masyarakat.

Olehnya itu, kesadaran dan pentingnya memastikan Political Wil bermuara pada kehendak masyarakat merupakan keniscayaan di alam demokrasi. (*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Senin, 06 Januari 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/01/senin-6-januari-2025.html

Selanjutnya 1 2

Komentar

Loading...