Oleh : Bahrudin Kadir, S.Sos, M.AP
(ASN Pemprov Malut, Alumni FIA, Konsentrasi Keb. Publik Univ.Brawijaya-Malang)
Terdapat 2 (dua) adagium, peribahasa yang sangat dikenal (populer) dalam pembangunan kota dan wilayah yakni; Kota Roma Tidak Dibangun Dalam Sehari (Rome was not build in a day) dan (god made a village/country and the man buid the city),“Tuhan Membangun Desa dan Manusia Membangun Kota”.
Makna mendalam yang terkandung pada kedua adagium atau peribahasa di atas, adalah pembangunan sebuah kota (dalam arti luas) bukan proses yang instan.
Namun melalui banyak tahapan dan berlangsung dalam waktu yang panjang; berawal dari perencanaan yang strategis, pelaksanaan dan evaluasi secara berkesinambungan, serta konsistensi, pihak yang terlibat di satu sisi. Di sisi yang lain, kota adalah manifestasi peradaban manusia yang lama dan berimplikasi pada keseimbangan alam dan lingkungan.
Alam seperti desa atau pedesaan diasumsikan sebagai ciptaan Tuhan yang orisinal, dan belum banyak disentuh oleh tangan manusia; desa memiliki sifat kesederhanaan, tradisional dan memiliki harmoni dengan alam (natural).
Sementara kota sebagai simbol, modernitas, kemajuan dan inovasi oleh manusia yang didesign, dikembangkan dengan mengubah lingkungan sesuai kebutuhan, keinginan dan kerja keras manusia.
Peribahasa di atas memberi pelajaran bahwa modernitas pembangunan dan kemajuan (peradaban) manusia yang dicapai akan lebih komprehensif dan beradab, jika manusia tetap menjaga fondasi alam yang tersedia di desa-desa atau alam.
Filosofi ini menjadi preferensi dalam mengembangkan kota modern di berbagai negara, modern dalam membangun peradaban tanpa mengesampingkan eksistensi alam pada modernitas infrastruktur fisik kota.
Konteks status dan pembangunan kota Sofifi, menjadi referensi yang memiliki korelasi yang kuat untuk pembangunan sebuah kota masa depan di Maluku Utara.
Baca Halaman Selanjutnya..
Terkait dengan hal di atas, sebuah tajuk menarik di harian populer Malut Pos, tanggal,19 Desember 2024, tentang Format Baru Pengembangan Kota Sofifi”, dimana inisiatif DPRD Provinsi Maluku Utara, untuk mendorong pembentukan badan khusus.
Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah dan DPRD Provinsi Maluku Utara, mulai dari pembentukan DOB Sofifi, sesuai amanat UU No. 46 Tahun 1999, tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
Hingga kini masih jalan di tempat padahal sangat jelas dan terang disebutkan pada Pasal 9 Ayat 1, sebagai “Lux Special” Sofifi sebagai Ibukota definitif.
Selain DOB beberapa tawaran solusi juga telah diusulkan, Percepatan Pembangunan Kota Sofifi serta Pengembangan Kawasan Khusus (otorita), yang kemungkinan akan mengalami nasib yang sama “stay cool” jalan di tempat, jika tidak diformulasi melalui pemilihan model pendekatan yang tepat dan terukur.
Kota Sofifi, Hasil Kajian Daerah dan Payung Regulasi
Eksistensi Kota Sofifi pada hasil kajian daerah yang dilakukan oleh 2 (dua) lembaga oleh Universitas Ternama di Indonesia yakni ; Jaringan Politik Pemerintahan Universitas Gadja Mada (JPP-UGM) dan Pusat Penelitian Geografi Terapan-Fakultas MIPA, Universitas Indonesia (PPGT MIPA-UI).
Hasil kajian daerah dengan menitik beratkan pada 10 (sepuluh) kriteria persyaratan administrasi kelayakan daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 78 Tahun 2007, tentang Pembentukan, Penggabungan dan Penghapusan Daerah.
Hasil kajian menunjukkan bahwa 4 (empat) faktor utama yakni; Kependudukan, Kemampuan Ekonomi, Potensi Daerah dan Kemampuan Keuangan. Selain ke empat faktor tersebut, terdapat 7 (tujuh) faktor pelengkap/penunjang, yakni; Sosial Budaya, Sosial Politik, Luas daerah, Pertahanan, Keamanan, Tingkat kesejahteraan masyarakat dan rentang kendali.
Selain kriteria administrasi di atas beberapa hal menjadi penguat atas kelulusan Kota Sofifi adalah komparasi antara Calon Kota Sofifi dan Kota lain pada provinsi yang terletak berdekatan dengan provinsi Maluku Utara.
Baca Halaman Selanjutnya..
Antara lain ; Kota Sorong (Provinsi Papua Barat); Kota Tual (Provinsi Maluku); Kota Bitung (Provinsi Sulawesi Utara); Kota Tumuhon (Provinsi Sulawesi Utara); Kota Mubagu (Provinsi Gorontalo).
Penentuan skor kelulusan berdasarkan sistem nilai yang ditetapkan pada lampiran aturan tersebut sehingga dinyatakan lulus, dengan beberapa rekomendasi.
Walaupun rekomendasi dari kedua lembaga ini, memiliki beberapa perbedaan, namun pada poin of view dua lembaga memiliki satu kesepahaman.
Bahwa perlu peningkatan dan pengembangan infrastruktur sosial politik, yang makin responsif terhadap permasalahan-permasalahan, kebutuhan dan aspirasi yang intensif antara masyarakat, institusi-institusi sosial politik dan pemerintah daerah.
Pada perspektif regulasi, belum ada regulasi yang secara spesifik mengatur sistem dan pendekatan city manager, namun terdapat isyarat yang memungkinkan model ini dapat diadopsi dan diimplementasikan, dengan sandaran UU Pemerintah Daerah, yang mengatur kewenangan pemerintah pusat dan daerah.
UU yang mengatur badan otorita, UU yang mengatur Tata Ruang dan perencanaan wilayah dan mengusulkan regulasi daerah dalam peraturan daerah.
“City Manager” Alternatif Ideal Tata Kelola Kota Sofifi Layak di Kaji
Konsep city manager telah berkembang di berbagai kota di Amerika dan Inggris. Pada awal abad ke 20, sebagai wujud reformasi atas berbagai permasalahan pemerintahan lokal di negara tersebut. Salah satu tokoh penting yang mempopulerkan konsep ini adalah Richard S. Childs, seorang reformis pemerintahan lokal di AS.
Childs memperkenalkan ide bahwa seorang city manager harus dipilih berdasarkan kemampuan profesional, bukan afiliasi politik, Pada Tahun 1913, Childs memainkan peran penting dalam mengembangkan piagam kota untuk Staunton.
Baca Halaman Selanjutnya..
Virginia yang menjadi salah satu kota pertama yang menerapkan sistem ini, yang dipengaruhi oleh oleh trending profesionalisasi administrasi publik di era tersebut.
“City Manager” lebih tepat dipahami sebagai model pendekatan tata Kelola. Model ini merupakan pendekatan profesional dalam manajemen kota yang berfokus pada efisiensi, akuntabilitas, dan hasil yang terukur.
Dalam konteks pembangunan kota seperti Sofifi, city manager berfungsi sebagai pelaksana kebijakan yang bekerja di bawah arahan kepala daerah, tetapi dengan pendekatan berbasis teknokrasi dan manajemen modern.
Fokus utama dan inti dari pendekatan ini pada 3 (tiga) dimensi, yakni; (i), Perencanaan kota , (ii) Pengelolaan keuangan’ (iii), Pengawasan layanan publik, dimana ketiga dimensi ini juga menjadi batasan tanggung jawab seorang city manager, juga bekerja dalam batas administrasi wilayah kota (city boundaries).
Seorang city manager berasal dari profesional yang dikontrak secara periodik, memiliki kemampuan menejerial (keteknikan, kebijakan publik, ekonomi, keuangan dan lain-lain) atau akademisi, yang dibantu oleh beberapa personil (hukum, sosiologi dan keamanan) serta kesekretariatan, yang dibentuk oleh pemerintah daerah provinsi dan kota sesuai kebutuhan.
Seorang city manager tidak berasal dari unsur pemerintah atau afiliasi partai politik atau partisian tertentu, tetapi pure profesional, hal ini dimaksud untuk menghindari benturan kepentingan, bahkan mungkin intervensi (under pressure).
Banyak pendapat pakar yang dapat dijadikan sandaran teori atau referensi, namun teori yang sangat relevan diantaranya adalah James H. Svaras, Rondonelli dan Briant and White, yang menghasilkan beberapa teori, mulai teori kutub pertumbuhan, teori administrasi dan kebijakan publik, perencanaan kota dan wilayah serta ekonomi politik.
Model pendekatan ini, dapat dikaji lebih mendalam melalui seminar nasional/regional, studi banding ke beberapa kota di Inggris dan Amerika serta study kasus pada kota yang dianggap menjadi pilot proyek, Intinya Kota Sofifi adalah Kota Masa depan Maluku Utara.
Baca Halaman Selanjutnya..
Kesimpulannya, City manager adalah model pendekatan yang efektif, efisien, terukur dan berorientasi pada tata kelola kota yang profesional. Pendekatan ini bukan hanya tentang “mengembangkan” kota, tetapi lebih pada bagaimana pembangunan kota dikelola dengan lebih baik, terukur, dan berorientasi pada hasil dan jangka panjang (Inter-Intra Generasi).
Sebagai ibu kota Provinsi Maluku Utara, Sofifi memiliki potensi besar untuk berkembang menjadi pusat pemerintahan, ekonomi, dan budaya di kawasan timur Indonesia.
Namun, hingga saat ini, berbagai tantangan seperti infrastruktur yang belum memadai, aksesibilitas yang terbatas, dan minimnya tata kelola perkotaan yang modern masih menjadi kendala utama.
Dalam konteks ini, peran seorang city manager menjadi krusial sebagai motor penggerak yang mampu merancang dan mengimplementasikan kebijakan berbasis data, efisien, dan berorientasi pada keberlanjutan.
Seorang “City Manager” tidak hanya bertindak sebagai pelaksana teknis, tetapi juga sebagai penghubung antara pemerintah daerah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya dalam menciptakan sinergi pembangunan.
Namun menjadi model pendekatan manajerial yang profesional sehingga Sofifi dapat didesign dengan memanfaatkan peluang untuk menjadi model kota modern di Indonesia Timur.
Terkait metode pendekatan di atas, peluang untuk mengembangkan Kota Sofifi menjadi kota modern bukanlah suatu mimpi, selama para pimpin di Provinsi Maluku Utara memiliki konsistensi, berpandangan ke depan dan dikelola oleh SDM yang tepat dan handal.
Untuk mengoptimalkan sumber daya alam yang melimpah, maka mewujudkan Sofifi menjadi kota modern bukan mustahil untuk diwujudkan, Wallahu A’lam Bisawab. (*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Sabtu, 04 Januari 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/01/sabtu-4-januari-2025.html