Tuhan Menari dalam Kekuasaan Sebuah Aforisme Kehendak

Tidak hanya menggunakan Tuhan sebagai komoditas, tetapi politik memasuki zaman baru: Tuhan pun dibuat tidak berdaya, diarahkan untuk berpolitik praktis! Untuk mencapai kekuasaan politis Tuhan seperti dipaksa (diancam) untuk menyetujui preferensi atau pilihan politik tertentu.

Hal seperti ini yang kita saksikan pesta demokrasi 2024 mulai dari pemilihan presiden RI, Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR) Februari dan Pilkada Serentak Gubernur dan Bupati Bulan November 2024 , kita berkaca pada  Pilkada  di Maluku Utara yang berakhir dengan Kericuhan akibat ketidaksenangan oleh satu Paslon/ kandidat yang lain.

Sebuah anomali dan abnormal dalam kontestasi politik di pilkada kemarin yang nampak adalah kegilaan yang dirasuki godaan syaitan/syahwat politik seperti vampir yang kehausan darah demi ingin merebut sebuah kekuasaan.

Dengan menghalalkan segala cara maka disini teori Machiavelli berlaku yang sering dijuluki sebagai Shakespeare menjadi objek kebencian yang tidak ada akhirnya bagi para moralis.

Ada yang membawa simbol Tuhan, agama, identitas, suku dan ras dalam politik dan kekuasaan hal ini mengingatkan saya pada apa yang dikatakan oleh Max Weber tokoh sosiolog modern bahwa kekuasaan sebagai kesanggupan untuk mengeliminasi perlawanan kekuasaan yang lain.

Supaya memaksakan apa yang diinginkan agar disetujui dilaksanakan oleh orang lain Kekuasaan adalah momen mengeliminasi kekuasaan kekuasaan yang lain, agar agenda yang diinginkan dapat tercapai.

Politik identitas dan agama menjadi trending topic pada pesta demokrasi baik Pileg, pilpres dan Pilkada seperti di Maluku utara yang sangat kental dengan fanatik agama dan sukuisme sehingga ada yang tidak senang kalau Maluku Utara dipimpin oleh non mayoritas Pribumi atau dengan kata lain orang asing,demikian juga agama.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...