Kejaksaan Agung Soroti Kompleksitas Pengelolaan Aset BUMN Berakar dari Era Kolonial

Jayapura, malutpost.com -- Dalam sesi diskusi pertama mengenai Strategi Pengamanan Barang/Jasa dan Pemulihan Aset di Lingkungan PT PLN (Persero), yang berlangsung di Jayapura pada Kamis (17/10), Komaidi, S. H., M. H. selaku Kepala Bagian Tata Usaha pada Badan Pemulihan Aset Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengungkapkan kekhawatiran terkait kompleksitas permasalahan pengelolaan aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN), khususnya yang berhubungan dengan hak atas tanah.
Komaidi menjelaskan bahwa permasalahan ini memiliki akar yang dalam, yang dapat ditelusuri kembali hingga era penjajahan Hindia - Belanda.
Undang-Undang Agraria tahun 1870 (Staatsblad 55/1870) menjadi pilar hukum yang mengakui berbagai bentuk hak atas tanah, termasuk eigendom (hak milik), erfpacht (hak guna usaha), opstal (hak guna bangunan), dan gebruik (hak pakai).
"Warisan hukum kolonial ini memberikan dampak yang signifikan dan berkelanjutan terhadap pengelolaan aset BUMN hingga saat ini," ungkap Komaidi.
Ia menegaskan bahwa meskipun ada peralihan kekuasaan dari pemerintah kolonial ke pemerintah Indonesia yang membawa perubahan mendasar dalam sistem hukum agraria, tantangan yang ditinggalkan oleh sistem sebelumnya tetap ada.
"Kompleksitas masalah ini tidak hanya terkait dengan peraturan, tetapi juga melibatkan konflik kepentingan antara berbagai pihak, termasuk BUMN, pemerintah daerah, dan masyarakat,” tambahnya.
Komaidi merujuk pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria sebagai tonggak sejarah baru dalam pengelolaan tanah di Indonesia.
UUPA menegaskan bahwa bumi, air, dan ruang angkasa dikuasai oleh negara dan harus digunakan untuk kemakmuran rakyat.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar