Transaksi Politik dan Korupsi Kepala Daerah

Awaluddin

Meski begitu hampir keseluruhan Kabupaten/Kota di Provinsi Malut di bawa rata-rata IPM nasional selain Kota Ternate 81,35% (bps.go.id/id). Dengan IPM di Bawa standar rata-rata nasional.

Tidak ada jaminan kualitas demokrasi (Pilkada) berjalan maju, Asumsi sederhananya masyarakat dengan pemahaman politik dibawa standar rata-rata, mudah terpengaruh dengan politik uang atau politik transaksional.

Dengan IPM daerah yang demikian Seharusnya, ini menjadi pertanyaan kritis jika kepala daerah menjabat selama lima tahun mengapa IPM kita masih dibawa standar rata-rata nasional, benarkan pembangunan berjalan maju atau berjalan ditempat bahkan berjalan mundur.?

Kepala Daerah adalah penggerak dan penentu arah pembangunan, sehingga ini menjadi patokan dalam memilih Calon Kepala Daerah selanjutnya.

Penting untuk berkontemplasi dan merenungi realitas sosial yang terjadi, kita tidak hanya mengoreksi kesalahan Kepala Daerah tapi juga mengoreksi cara berpolitik kita selama ini.

Korupsi Kepada Daerah dan Penguasaan SDA
Praktik korupsi Kepala Daerah dipengaruhi ongkos politik yang mahal. Ongkos politik calon kepala daerah Gubernur/wakil gubernur, berkisar pada angka Rp. 100 miliar, sedangkan walikota/wakil wali kota dan bupati/Wakil Bupati menghabiskan ongkos politik sekitar Rp. 30 Miliar (kpk.go.id/)

Gaji kepala daerah selama menjabat lima tahun tidak cukup untuk mengembalikan ongkos politik, pada akhirnya harus memakai jalan pintas mencari ongkos tambahan.

Lanskap politik di Tingkat Nasional maupun Daerah terpengaruh dengan keberadaan politisi/partai politik, pengusaha dan rakyat sipil. Mahalnya ongkos politik salah satu faktornya adalah partai politik yang menjadi kendaraan politik untuk menjadi bakal calon kepala daerah.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...