Diskursus Paham Syi’ah dan Marxisme Ali Syari’ati sebagai Instrumen Perlawanan terhadap Rezim Otoriter

Seperti di negara Libya ketika dipimpin oleh Presiden Moammar Khadafi selama 42 Tahun, presiden Yaman, Ali abdula Sale memimpin selama 34 tahun, di Indonesia seperti soekarno dan soeharto 32 tahun, Soesilo bambang yudiyono ( SBY) 10 tahun, Jokowi widodo 10 tahun sekarang.
Dalam konsep kekuasaan rakyat (demokrasi), pembatasan lama berkuasa merupakan pilihan paling ideal. Maksudnya agar kekuasaan pemerintahan itu tidak terperangkap dalam kediktatoran atau fasis. Kekuasaan yang terlalu lama tentu saja berdampak buruk terhadap peradaban.
Kekuasaan yang ideal hendaklah didapatkan melalui mekanisme demokrasi yang menempatkan teraju kekuasaan tersebut berada di tangan rakyat. Pantaslah adagium demokrasi itu berbunyi : suara rakyat, suara Tuhan.
Ditengah tengah kekuasaan yang bersifat kediktatoran menimbulkan keresahan dan kebencian dari kalangan masyarakat, aktivis, buru, mahasiswa dan kaum cendikiawan menyuarakan kritik sebagai bentuk protes dan aksi dan bahkan pyppel power ( meruntuhkan tembok kekuasaan).
Seperti di era soeharto para aktivis mahasiswa mengepung gedung MPR dan meminta agar presiden soeharto mundur dari jabatannya sebagai presiden, banyak aktivis dan mahasiswa korban pada pristiwa 98, dan hal ini berlanjut ketika sampai di masa SBY, bahan bakar minyak BBM harga melonjak naik, para aktivis dan mahasiswa melakukan aksi agar menurunkan harga BBM.
Sampai di era presiden jokowidodo dua periode berbagai macam persoalan yang terjadi di bangsa ini tidak akan pernah selesai mulai masalah ekonomi,sosial, kemiskinan, penggusuran, pengangguran,pendidikan, politik dll. Semuanya itu tidak akan pernah selesai selama di pimpin oleh pemimpin yang berjiwa kediktatoran.
Terakhir saya menutup tulisan ini dengan sebuah kutipan dari seorang filsuf besar di abad 18 pada zaman Aufklarung, dikenal abad pencerahan yakni Jacques Rosseu 1712/ 1778, yang ketertarikannya pada seni, ketika tubuhnya semakin lemah dan sakit sakitan, ia merasa hidupnya sangat gelap dan tidak indah, maka untuk memberikan makna pada sisa umurnya.
Ia melibatkan diri dalam nilai-nilai keindahan seni, mulailah ia membaca, berpikir, dan menulis. Akhirnya ia merasa sebagai seorang yang Homo Humanus, yakin seorang yang mempunyai jiwa halus, manusiawi dan berbudaya. Sebuah slogannya" Sapere Aude " Hendaklah anda berpikir sendiri ".(*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Senin, 02 September 2024
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2024/08/senin-02-september-2024.html
Komentar