Oleh: Abubakar Ismail
(ASN Kementerian Hukum dan HAM RI)
Di Indonesia, pelaksanaan pidana penjara dengan proses pemasyarakatan lebih menitik beratkan pada suatu proses untuk melakukan perubahan sikap dati terpidana agar dapat kembali menjadi warga masyarakat yang baik.
Strategi pemasyarakatan sebagai suatu proses tentu tidak berdiri sendiri, melaikan merupakan hasil akhir dari sebuah proses penegakan hukum yang panjang.
Di mulai dari penyelidikan ke penyidikan, penangkapan, penahanan, peradilan dan penjatuhan keputusan hakim, sehingga dapat di katakan bahwa Pemasyarakatan adalah sub-sistem dari suatu Criminal Justice System.
Istilah “Criminal Justice System”. atau Sistem Peradilan Pidana (SPP) kini telah menjadi istilah yang menunjukkan mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan dengan menggunakan dasar pendekatan sistem.
Sistem Peradilan Pidana dapat didefinisikan sebagai penggunaan pendekatan sistem terhadap mekanisme penyelenggaraan peradilan pidana dan peradilan pidana sebagai suatu sistem yang merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang-undangan.
Praktik administrasi, dan sikap atau perilaku sosial, sebagaimana di maksud oleh Romington dan Ohlin (1993), dua orang yang mengenalkan teori Criminal Justice System.
Sistem peradilan pidana merupakan salah satu alat yang digunakan untuk memerangi kejahatan, dengan tujuan mencegah orang menjadi korban.
Menyelesaikan perkara pidana sehingga masyarakat merasa puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan mereka yang melakukan kejahatan telah dihukum, dan memastikan bahwa mereka yang telah melakukan kejahatan tidak melakukannya lagi.
Baca Halaman Selanjutnya..
Sebagai penegasan, tujuan sistem peradilan pidana disini adalah untuk mencegah agar masyarakat tidak menjadi korban kejahatan dengan cara menyelesaikan permasalahan.
Dan kasus yang timbul agar masyarakat merasa aman dan berusaha untuk mencegah agar kejahatan tersebut tidak terulang kembali, baik oleh pelakunya, dan oleh pelakunya sendiri yang lain.
Mardjono Reksodiputro (2020) memberikan batasan bahwa, Sistem Peradilan Pidana adalah suatu sistem dalam uapaya untuk pengendalian kejahatan yang di dalamnya terdiri dari lembaga-lembaga Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Permasyarakatan.
Sistem Peradilan Pidana menurut Romli Atmasasmita adalah sistem yang ada di masyarakat dengan tujuan untuk memberantas kejahatan.
Lantas bagaimana peran Lembaga Pemasyarakatan yang pada fungsi sistem peradilan pidana merupakan lembaga terakhir yang manjadi penentu keberhasilan sistem peradilan pidana sebagaimana yang di definisikan oleh para pakar di atas? Yuk kita bahas.
Lemabaga Pemasyarakatan adalah Lembaga terakhir setelah Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan yang terlibat dalam sistem peradilan pidana.
Lembaga Pemasyarakatan, sebagai tahap akhir dari proses peradilan pidana, menjalankan harapan dan tujuan sistem peradilan pidana, termasuk mencegah pelaku kejahatan mengulangi kejahatannya.
Secara filosofis Pemasyarakatan adalah sistem pemidanaan yang sudah jauh bergerak meninggalkan filosofi Retributif (pembalasan), Deterrence (penjaraan) dan Resosialisasi.
Baca Halaman Selanjutnya..
Pemidanaan tidak di tujukan untuk membuat derita sebagai bentuk pembalasan, tidak ditujukan untuk membuat jerah dengan penderitaan, juga tidak mengasumsikan terpidana sebagai seseorang yang kurang sosialisasinya.
Pemasyarakatan telah berangkat jauh meninggalkan sistem kepenjaraan yang di wariskan kolonial. Ia sejalan dengan filosofi reintegrasi, yang mengasumsikan kejahatan adalah konfik yang terjadi antara terpidana dengan masyarakat.
Sehingga pemidanaan di tunjuk untuk memulihkan konflik atau menyatukan kembali terpidana dengan masyarakat (integrasi).
Pemasyarakatan juga menjamin hal setiap warga binaan/terpidana dalam mengakses berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan kerohanian, kesehatan, pendidikan, fisik dan pembinaan mental.
Hak-hak tersebut kemudian di jabarkan pada Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menegaskan bahwa sistem penjara berubah menjadi sistem lembaga pemasyarakatan.
Karena sistem pemasyarakatan merupakan rangkaian penegakan hukum, maka tidak dapat dipisahkan dari pembentukan pengertian pemidanaan yang luas dalam penerapannya.
Baca Halaman Selanjutnya..
Di Indonesia, strategi melaksanakan hukuman tertumpu pada keberadaan penjara atau lembaga pemasyarakatan. Lembaga ini berfungsi mendidik terhukum menjadi anggota masyarakat ke arah lebih baik dan anti kejahatan.
Keberadaan penjara di peruntukkan dapat merubah pelaku kejahatan menjadi individu-individu yang baik. Sebaliknya pelaku-pelaku yang telah mengenyam ancaman hukuman berupa hukuman penjara –pada umumnya– tidak merubah perilaku seseorang, melainkan bertambahnya intensitas perbuatan kriminal yang dilakukannya.
Lembaga pemasyarakatan adalah lembaga atau badan organisasi untuk membina dan membentuk pola perilaku manusia mapan sebagai suatu interaksi sosial berstruktur dalam suatu kerangka nilai yang relevan.
Fungsi lainnya ialah tempat orang menjalani hukuman pidana. Lembaga pemasyarakatan mempunyai makna sinonim dengan bui/penjara yang dipahami sebagai lembaga pembinaan masyarakat, tempat tinggal setelah terbukti bersalah menurut hukum berlaku.
Berkaitan dengan pembinaan narapidana, dalam menjalani proses pemasyarakatan narapidana di berikan pembinaan kepribadian dan kemandirian yang intinya adalah mengembalikan narapidana ke tengah-tengah masyarakat dalam keadaan baik, percaya diri, mandiri, aktif dan produktif.
Kegiatan pembinaan kemandirian tersebut harus memperhatikan berbagai aspek penghidupan narapidana agar memiliki kemandirian dan kepercayaan diri yang kuat.
Untuk menunjang terlaksannya pembinaan yang maksimal dan sesuai harapan, pembinaan di lakukan oleh petugas fongsional khusus yang punya kualifikasi dan latar belakang ilmu pengetahuan di bidang ini.
Baca Halaman Selanjutnya..
Perubahan sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan membawa perubahan mendasar pada pola perlakuan terhadap narapidana.
Sistem pemasyarakatan menempatkan warga binaan pemasyarakatan bukan lagi sebagai objek pemidanaan semagaimana sistem kepenjaraan.
Namun menempatkan mereka sebagai subjek pembinaan yang di pandang sebagai warga negara biasa yang di hadapi bukan dengan latar belakang pembalasan tapi dengan pembinaan dan pembimbingan.
So, dengan segala keterbatasan yang selalu menjadi bahan evaluasi, Pemasyarakatan sendiri telah berjalan jauh menapaki perubahan dan perbaikan secara kelembagaan.
Pemasyarakatan secara prinsip di jalakan berdasarkan ketentuan hak asasi manusia dengan berpendoman pada Undang-undang dan aturan-aturan yang menitikbertkan perbaikan moral serta memastikan pelaku kejahatan tidak lagi mengulangi perbuatannya lagi.
Jadi penjara bukan lagi tempat penyiksaan, bukan lagi tempat pengasingan, pembuangan atau tempat pembalasan, penjara adalah sekolah moralitas dan tempat banyak orang menemukan jati darinya kembali.(*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Rabu, 28 Agustus 2024
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2024/08/rabu-28-agustus-2024.html