Site icon MalutPost.com

Kami Takut Bersekolah

Oleh: Gunawan Soamole
(Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Khairun)

Apakah uang menjamin pengetahuan?

Pertanyaan diatas tentu jawabannya adalah tidak, karena tak perlu uang untuk orang bisa berpengetahuan. Namun itu adalah konteks zaman dulu pada abad-abad yang lalu.

Sekarang uang adalah satu-satunya jalan untuk menghasilkan pengetahuan, uang menjadi sifat manusia yang sebenarnya. Dari sinilah muncul istilah “Pengetahuan itu Mahal”.

Orang-orang mulai memperjualbelikan pengetahuan lewat pendidikan yang serba mahal, buku-buku diperjualbelikan, artikel jurnal juga diperjualbelikan pendidikan harus berbayar.

Padahal tujuan dari tulisan adalah untuk dibaca bukan diperjualbelikan begitu pun pendidikan. Esensi dari pendidikan untuk mendidik manusia-manusia awam bukan dijadikan sebagai instansi untuk mencari keuntungan.

Apakah ini adalah dampak dari perkembangan zaman ataukah dampak dari perkembangan sifat manusia. Menurut psikologi pengalaman manusia akan bertambah seiring berjalannya waktu dan disitulah terjadi perkembangan ilmu pengetahuan.

Namun, Sejak kapan ilmu pengetahuan diperjualbelikan, dalam buku Pendidikan Kaum Tertindas yang ditulis oleh Paulo Freire ia mengatakan bahwa pendidikan sangatlah penting untuk menjadi pribadi yang lebih baik dalam dunia sosial dan dari pendidikan yang baik akan menghasilkan pengetahuan yang baik pula.

Dengan begitu ia mempunyai tujuan untuk mengajarkan pendidikan kaum awam. Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai uang untuk menempuh pendidikan namun, karena pendidikan secara gratis mereka berbondong-bondong untuk jadi orang yang berpengetahuan.

Baca Halaman Selanjutnya..

Sekarang menjadi sangat bertentangan dengan pendidikan zaman dahulu, pada masa sekarang orang berbondong-bondong menempuh pendidikan tinggi agar tidak susah untuk mencari pekerjaan.

Selama menempuh pendidikan tinggi untuk mendapatkan pengetahuan yang banyak, tentu orang-orang tidak bertanya ” berapa benyak pengetahuan yang anda dapatkan” melainkan orang-orang bertanya ” berapa banyak uang yang kau keluarkan” disini mereka telah mengetahui bahwa pendidikan menjadi impian yang tidak pernah mereka gapai.

Mahalnya pendidikan telah merusak psikologi orang-orang yang merasa kurang mampu, akhirnya mereka menjadi orang-orang awam yang berkerja dengan tenaga superman gaji supermi, apalagi sekarang dunia pekerjaan mengukur seseorang bukan hanya dari pengalamannya tetapi juga dari pendidikan.

Perkembangan zaman membawa kita untuk menghadapi pembaharuan ilmu pengetahuan dengan kata lain pengetahuan yang semakin mudah untuk mengaksesnya lewat pendidikan tanpa biaya.

Kita juga tahu bahwa, sekarang kita didesain untuk menjadi pekerja dari awal kita menempuh pendidikan sampai pada pendidikan yang paling tinggi hanya untuk mempermudah untuk melamar pekerjaan dengan pengalaman dan gelar kita pegang namun, mengapa pendidikan masih saja dimahalkan sedangkan pendidikan sangan dibutuhkan untuk menghadapi SDA yang sangat banyak.

Bisa saja saya katakan bahwa mengapa Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak mempunyai tempat produksi SDA Nya sendiri karena kurangnya orang-orang yang berpengetahuan dan berpendidikan sehingga harus expor SDA ke luar untuk dijual.

Baca Halaman Selanjutnya..

Orang-orang yang berpendidikan saja berpotensi menjadi pengangguran apalagi orang-orang yang tidak pendidikan seperti yang telah saya bahas di atas bahwa mahalnya pendidikan telah mengaggu psikologi orang-orang yang finansialnya kurang memumpuni.

Sekarang jagan salahkan generasi muda yang bergoyang-goyang di tik tok jagan salahkan mereka yang hanya rebahan jika susahnya akses pekerjaan karena tidak berpendidikan. Generasi muda tidak mempunyai pandangan Indonesia emas dimasa depan.

Pandangan tersebut bisa tercapai jika mereka tidak dipersulit dengan pendidikan dan pekerjaan. Saya tidak melihat bintang di mata generasi penerus bangsa. Yang saya lihat hanyalah bagaimana bisa hidup dihari esok.

Negeri Para Bangsawan
Status sosial seseorang bisa naik ketika dia berpendidikan tinggi dan mempunyai banyak uang. Uang adalah satu-satunya tiket untuk berpendidikan tinggi.

Sekarang kita generasi milenial mempunyaI kecemasan dengan masa depan yang masih abu-abu karena kita dibebankan oleh negeri bahwasanya 2045 indonesia emas akan datang dengan prediksi berpatokan pada SDM dan bonus demografi yang sangat banyak di indoonesia tentunya.

Namun, dengan prediksi tersebut Pendidikan semakin sulit diakses bagi Masyarakat yang masih berfinansial rendah. Banyak anak-anak generasi milenial berjuang menempuh Pendidikan dengan sususah paya meraih gelar Strata Satu (S1) diperguruan tinggi tetapi masih saja sulit mendapat pekerjaan karena tidak mempunyai pengalaman.

Kecemasan dengan masadepan terus menghantui psikologi generasi milenial karena Pendidikan yang semakin mahal dan pekerjaan yang tak jelas. Akhirnya generasi Indonesia emas mejadi generasi gagal.

Baca Halaman Selanjutnya..

Ini dapat menjadi bumerang bagi masadepan Indonesia sendri karena tidak memperhatikan Pendidikan dengan sebaik baiknya. Negeri ini mempunyai banyak kekeyaan tetapi kekayaan bagi negeri bukan bagi Masyarakat dan Pendidikan.

Kepada teman saya yang putus untuk kuliah karena harus membiayai adik Perempuannya yang baru lulus sekolah menengah atas dia mengatakan bahwa “saya akan tidak melanjutkan kuliah saya karena adik Perempuan saya akan berkuliah lagi.

Perkataan ini seharusnya tidak saya dengar dari mulut seorang anak yang dikatakan sebagai generasi Indonesia emas. Dia sadar bahwa Pendidikan tidaklah murah sehingga harus berhenti untuk mebiayai adiknya yang mau melanjutkan Pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Dari matanya saya melihat bahwa harapan untuk menjadi orang yang meraih gelar sarjana menjadi gelap karena mahalnya Pendidikan di negeri ini. Ia mengatakan kepada saya jagan pernah bilang ke teman-teman lain bahwa ia putus kuliah karena hal seperti ini.

Pesan yang saya bisa Tarik dari tulian ini bahwasanya “ hilangkan kecemasan tentang masa depan kepada generasi yang akan datang agar Indonesia emas yang di prediksi bisa kita gapai bersama”.

Mengutip dari kata-kata seorang pengusaha Elon Mask “ pohon yang berbuah hari ini tidak ditanam kemarin” jika mulai dari hari ini kita memperhatikan hal-hal yang dianggap sepele butterfly Effect tidak akan pernah terjadi.(*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Selasa, 27 Agustus 2024

Exit mobile version