KEK Mati di Lumbung Tuna

“Selain itu, ekspor di sektor perikanan juga masih banyak kendala yang dihadapi. Baik kontainer, kelayakan dan waktu transportasi tol laut juga fasilitas infrastruktur pelabuhan yang tidak mendukung. Sehingga kita sedang mendorong kebutuhan kelayakan ekspor dari hulu sampai hilir agar produk perikanan kita tidak mubazir. Jadi prosesnya tidak mudah. Karena komoditi perikanan itu punya syarat tersendiri jadi harus memenuhi syarat itu baru bisa dilakukan ekspor langsung ke negara luar,” katanya.
Untuk KEK di bawah pengelolaan PT. Jababeka, kata Yoppy, saat ini terus didorong agar ada investasi yang masuk untuk mengembangkan KEK di Morotai. Hanya saja, kendala-kendala tersebut menjadi penghambat untuk investasi khususnya di sektor perikanan.
Olehnya itu, perlu ada intervensi dari pemerintah pusat untuk melihat kendala-kendala yang dihadapi untuk bisa dipenuhi. Kalau tidak maka sektor perikanan terus diperhadapkan dengan masalah yang terus menerus.
Saat ini sedang diusulkan agar diberikan akses tol luat dari Morotai langsung melalui Bitung untuk tujuan ekspor ke luar negeri seperti Filipina, Sanghai, Tiongkok dan Jepang. Karena selama ini akses tol lautnya belum masuk melalui Bitung, padahal jaraknya cukup dekat dari Pulau Morotai.
“Jatah kontainer kita begitu sedikit, akhirnya produk ikan kita banyak tidak bisa diangkut. Kalau investor masuk bagaimana pengangkutannya, sebab mereka membutuhkan jaminan trayek. Hal ini yang menjadi kendala. Kemudian KEK ini di bawah koordinasi pemerintah pusat. Jadi mereka harus mengintervensi hal ini dalam bentuk subsidi dan lain-lain. Karena dibutuhkan kolaborasi pihak-pihak terkait, sehingga perencanaannya bisa berjalan baik,” ujarnya.
Meski KEK perikanan di Morotai tidak jalan, namun ada salah satu perusahaan swasta yakni PT. Harta Samudra yang bergerak di sektor perikanan telah memiliki izin serta syarat untuk melakukan ekspor ke Vietnam. Namun perusahaan tersebut bukan sebagai pengelola untuk mengembangkan KEK di Pulau Morotai.
“Sudah ada PT. Harta Samudera sebagai pengelola di SPKT yang lakukan ekspor tuna dari Morotai langsung ke Vietnam. Tapi perusahaan itu hanya mengelola SKPT saja dan bukan sebagai perusahaan pengelola KEK,” jelasnya.
Menurutnya, dalam upaya ekspor tuna ini pemerintah daerah tengah berupaya membangun komunikasi dengan sejumlah pihak. Bahkan akan dilakukan percobaan ekspor dari Morotai langsung ke luar negeri menggunakan maskapai Garuda. Jika percobaan ini berhasil maka jumlah ekspornya akan dinaikkan per trip.
“Kita coba ekspor tuna langsung dari Morotai sampai Jepang yang didukung TNI Angkatan Udara dan pihak Garuda. Untuk langkah awal kita coba ekspor 200-300 kilo. Kalau sampai tiba di negara tujuan dan ikan kita masih masuk gret sasimi, maka ekspornya akan kita naikkan 3 ton per trip,” ujarnya.
Saat ini Morotai memiliki cold storage atau tempat pendingin ikan dengan kapasitas 850 ton. Diantarnya 100 ton di Desa Ngele-Ngele, 250 ton di Desa Tiley Pantai, 250 ton di SKPT, 50 ton di Desa Sangowo dan sekarang ada tambahan melalui hibah ada 200 ton.
Dengan kapasitas cold storage tersebut masih perlu ditambah. Karena pengangkutan ikan keluar Morotai masih terkendala jumlah trip Tol Laut. Dari sebelumnya dua kali sebulan, tetapi sekarang hanya satu kali setiap bulan. Kemudian sekali angkut hanya 4-5 kontainer. Secara otomatis masih banyak yang tidak terangkut.
“Misalnya hari ini yang keluar 4-5 kontainer melalui Tol Laut, satu minggu kemudian cold storage sudah ful lagi. Jika dalam sebulan baru kapal datang mengangkut lagi, maka akan terjadi over kapasitas yang memaksakan ikan-ikan tersebut harus dikubur. Apalagi sekarang ini mau menjelang musim puncak pada Maret sampai Mei,” ujarnya.
Untuk menambah cold storage, Pemkab Pulau Morotai telah mengajukan permohonan ke Dirjen PDSP dan Direktur Logistik untuk menambah gudang beku yang akan dibangun dengan kapasitas 500 ton di Morotai.
Baca halaman selanjutnya...
Komentar