KEK Mati di Lumbung Tuna

Kawasan KEK Jababeka Morotai.

Jarak untuk menuju ke lokasi perairan yang biasa ditempuh memakan waktu sekitar 3-4 jam dengan menggunakan perahu fiber untuk melaut dengan jarak mulai dari 11-50 mil dari bibir pantai. Hal itu membuat para nelayan harus keluar melaut sejak subuh atau pagi hari ketika yang lainnya masih nyenyak di atas tempat tidur.

Meski waktu sehari penuh telah dihabiskan, hasil tangkapan tak selamanya menjanjikan. Jika bukan musimnya, para nelayan hanya bisa bawa pulang 1-5 ekor ikan tuna, tapi kadang tidak bawa pulang hasil sama sekali. Musim ikan tuna tidak bisa diprediksi, kadang sebulan sekali kandang juga 4-5 bulan, baru bisa memperoleh hasil tangkapan yang melimpah. “Kalau hasil tangkapan kita tidak banyak, maka per minggu sampai sebulan penghasilan kita hanya diangka Rp1 jutaan,” akunya.

Namun ketika keberuntungan berpihak saat musim tiba, hasil tangkapan bisa sampai puluhan ekor. Dengan begitu sudah pasti penghasilan para nelayan pun ikut meningkat dengan memperoleh hasil tangkapan ikan tuna yang masuk kategori ekspor berukuran 10 kilo ke atas. Untuk 20 kilo gram biasa dijual ke suplier dengan harga Rp37 ribu per ekor, sedangkan berat 40 kilo gram seharga Rp48 ribu per ekor.

“Kalau saat musim dan hasil tangkapan banyak, penghasilan kita per minggu bisa sampai Rp15 jutaan. Itu saat musim, kalau tidak ya hasilnya sangat jauh dari yang diharapan. Tapi mau bagaimana, sebab itu sudah jadi konsekuensi yang harus kita hadapi,” katanya sambil tersenyum.

Perairan yang biasa menjadi tempat untuk memancing ikan tuna tidak hanya di wilayah Morotai, namun sampai ke perairan Halmahera. Sehingga kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) juga cukup banyak, mulai dari 70-100 liter sekali melaut disesuaikan dengan jarak tempuh.

Selain itu, masalah yang terus dihadapi nelayan saat ini, termasuk Samsul yaitu perahu fiber yang digunakan untuk melaut bukan milik pribadi, tapi milik saudaranya. Kebutuhannya ini sudah berulang kali disampaikan ke Pemerintah Daerah Pulau Morotai melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP). Namun, keluhan tersebut belum juga ditanggapi sampai saat ini.

“Sering didata sebagai nelayan penerima bantuan, tapi setelah kita kasih masuk administrasi pendukung seperti KTP dan lain-lain, kita tidak dapat bantuan dan ini sudah berulang kali. Anehnya bantuan mesin itu malah diberikan ke warga yang tidak berprofesi sebagai nelayan,” kesalnya.

Permasalahan lain yang sering dihadapi nelayan tuna di Morotai yaitu, cold storage atau ruang penampung ikan yang terkadang tidak mampu menampung hasil tangkapan nelayan. Akhirnya, ikan tuna hasil tanggapan para nelayan puluhan ton rusak dan terpaksa dikubur. Kondisi ini terjadi berulang kali dan membuat para nelayan dan pengusaha ikan di Morotai merugi puluhan bahkan ratusan juta.

Baca halaman selanjutnya...

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7 8

Komentar

Loading...