Lahan Tergerus, Kepala BPS: Picu Kemiskinan Baru
Tambang Datang, Petani Menghilang

Menurutnya sektor pertanian harus digenjot lagi dan memastikan ada kejelasan pasar untuk hasil panen. Agar minat orang untuk tetap menjadi petani atau petani milenial akan meningkat.
Kepala Dinas Pertanian Halteng, Yusmar Ohorela mengakui wilayah-wilayah tertentu aktivitas pertanian menurun.Bahkan ada beberapa desa yang tidak ada lagi kelompok tani yang dibina, karena sudah beralih ke pekerjaan lain. Contoh yang paling nyata yaitu, di Weda Tengah, orang kemudian beralih profesi karena pertumbuhan penduduk yang begitu cepat.
Tenaga produktif petani memilih pindah profesi karena kegiatan pertanian dianggap tidak menjanjikan dan citranya pekerjaan rendahan. Milenial cenderung menganggap bekerja sebagai petani itu kotor, sehingga memilih pekerjaan yang lebih dianggap berkelas. Salah satunya di Desa Wairoro yang minat dan semangat bertani anak muda tidak ada.
Wairoro merupakan salah satu desa di Halteng yang berbatasan dengan Halmahera Selatan. Tempat ini menjadi pusat produksi padi di Halteng. Namun luas wilayah produksinya terus mengalami penurunan.
Dulu orang Jawa bertransmigrasi ke daerah ini. Kala itu di usia muda, 1 orang bisa mengerjakan 5 hektar sehingga lahan pertanian di Wairoro 1.000 hektare lebih itu maksimal dimanfaatkan. Beda dengan sekarang, tinggal petani tua sehingga pemanfaatan lahan berkurang. Sementara generasi yang lebih muda, memilih alih profesi.
Data BPS tahun 2018 produktivitas padi dapat mencapai 45,57 kuintal per hektar. Kemudian di tahun 2019 turun menjadi 40,29 kuintal per hektar, tahun 2020 turun lagi ke 38,18 kuintal per hektar. Laju penurunan terus terjadi pada tahun 2021 hanya 35,41 kuintal per hektar dan tahun 2022 tinggal 33,07 kuintal per hektar.
“Secara keseluruhan usia petani di Halteng didominsi usia 40-45 ke atas. Kalau anak milenial cenderung tidak mau jadi petani,” katanya.
Baca halaman selanjutnya...
Komentar