Lahan Tergerus, Kepala BPS: Picu Kemiskinan Baru
Tambang Datang, Petani Menghilang

Luasan Halteng lebih banyak diperuntukan kawasan industri ini juga dilihat dari perubahan RTRW Halteng. Peruntukan kawasan industri sebelumnya hanya 538,41 hektar, dalam Perda RTRW No. 1/2012 jadi 15.205 hektar.
Milenial Pilih Jadi Pekerja Tambang
Salah satu mantan petani Lelilef, Halteng, Adam Muharam mengatakan sumber pendapatan masyarakat di Lelilef awalnya dari hasil perkebunan dan kelautan. Tetapi sejak kehadiran tambang di Halteng, sumber pendapatan utama justru bergantung ke industri pengolahan dan pertambangan.
Masyarakat yang tadinya bekerja sebagai petani kelapa dan perkebunan lainnya itu, kini beralih menjadi pekerja tambang. “Masyarakat dari Lelilef, Gemaf sampai Sagea itu rata-rata tidak lagi kerja sebagai petani karena lahan sudah tergerus sejak kehadiran tambang,” ujarnya.
Lahan perkebunan, khususnya Lelilef semuanya sudah terjual. Ada sebagian yang menjual ke perusahaan tambang dengan suka rela dan, ada yang terpaksa menjual lahan perkebunannya karena hasil perkebunan rusak akibat aktivitas pertambangan.
“Kita pertahankan kebun dan tidak menjual juga percuma karena, tetangga kebun justru menjual kebunnya ke perusahan tambang, otomatis aktivitas tambang di kebun mereka itu membuat tanaman di kebun kita rusak,” ucapnya.
Adam akui, dia termasuk salah satu dari sekian banyak petani yang terpaksa menjual lahan kebun. Dia menjual 2 lahan kebun miliknya dengan luas masing-masing kebun 1 hektar. Kebun itu dijual ke PT Tekindo dengan harga Rp150 juta per hektar sehingga totalnya Rp300 juta untuk dua kebun.
Dari hasil jual kebun itu dijadikan modal membuka kios, karena tidak ada lagi sumber pendapatan lain untuk melangsung hidup. Sementara, anak-anaknya selepas kuliah langsung melamar di perusahan tambang dan bekerja di sana.
Baca halaman selanjutnya...
Komentar