1. Beranda
  2. Maluku Utara

Turun Lapangan, DLH Temukan Pelanggaran Lingkungan Perusahaan Tambang di Haltim

Oleh ,

Sofifi, malutpost.com – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku Utara (Malut) meninjau dugaan pencemaran lingkungan yang terjadi di Kecamatan Wasile, Kabupaten Halmahera Timur (Haltim).

Pasalnya, aktivitas pertambangan di wilayah tersebut telah berdampak pada sungai, sawah, dan budidaya rumput laut warga. Pengawasan ini merupakan tindak lanjut arahan Gubernur Sherly Tjoanda.

Tinjauan yang dilakukan Kamis (27/11/2025) lalu, berfokus terhadap aktivitas dua perusahaan tambang, yakni PT Jaya Abadi Semesta (JAS) dan PT Alam Raya Abadi (ARA).

Tim DLH Malut dipimpin langsung Plt Kepala DLH Malut Halim Muhammad bersama empat pejabat pengawas lingkungan hidup (PPLH) daerah. Mereka mengecek pengelolaan limbah tambang, termasuk penampungan dan alur pembuangan sedimen, serta memantau kondisi laut di Desa Fayaul yang diduga terdampak pada gagal panen rumput laut.

Dalam tinjauan ini, DLH Malut juga mempertegas sanksi penghentian sementara operasi yang dijatuhkan Inspektur Tambang Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada PT ARA.

Ini menyusul hasil koordinasi DLH dengan Inspektur Tambang, diketahui bahwa pada 1 November 2025, PT ARA telah diberikann sanksi tersebut. Akibat pencemaran sedimen dari aktivitasnya yang merusak lahan sawah warga. Sehingga DLH memastikan seluruh poin sanksi harus dipenuhi perusahaan sebelum kembali beroperasi.

Sanksi tersebut berisi tujuh perintah dan larangan yang wajib dituntaskan PT ARA. Di antaranya menghentikan semua aktivitas pertambangan sampai seluruh penanganan sedimen terselesaikan, mengeruk sedimen yang melebihi kapasitas embung dan kolam, memperbaiki tanggul pembatas dan meningkatkan kapasitas kolam sedimen agar mampu menampung debit air saat curah hujan tinggi serta menyelesaikan proses ganti rugi kepada warga terdampak. Mayoritas kewajiban tersebut telah dituntaskan pada 17 November 2025.

Plt Kepala DLH Malut Halim Muhammad menegaskan, hasil pengecekan lapangan menunjukkan PT ARA sudah menindaklanjuti sebagian besar instruksi tersebut. Termasuk pembayaran kompensasi kepada 11 petani pemilik sawah yang terdampak pencemaran sedimen pada 26 Oktober 2025. Di mana PT ARA dalam berita acaranya, telah melakukan ganti rugi kepada masyarakat sejak 16 November 2025.

“Dalam pertemuan dengan PT ARA, disampaikan bahwa sebagian besar sudah ditindaklanjuti. Kami pastikan tindak lanjut ini terus diawasi dengan ketat dan dilaporkan ke Ibu Gubernur,” ujarnya kepada malutpost.com, baru-baru ini.

Laut di desa fayaul.

Sementara itu, kata Halim, dalam tinjauan ke PT JAS terkait dugaan pencemaran yang berdampak pada budidaya rumput laut di Desa Fayaul, pihak perusahaan membantah sebagai penyebab menurunnya produksi rumput laut. Alasannya, dalam wilayah izin usaha pertambangan (IUP) mereka tidak memiliki aliran sungai menuju pesisir desa tersebut.

Bahkan, Desa Fayaul dalam Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) dari perusahaan tambang tidak masuk wilayah penerima program, tetapi tetap diperhatikan. Di mana PT JAS, kata dia, pernah memberikan bantuan kepada Desa Fayaul berupa hewan kurban dan sebagainya.

Namun demikian, dia menegaskan, perusahaan wajib membuktikan secara teknis bahwa operasional tambang dan lalu lintas tongkang ore nikel tidak mencemari wilayah laut tempat warga membudidayakan rumput laut.

Selain itu, untuk tinjauan di dermaga penampung ore nikel PT JAS, DLH memberikan beberapa masukan. Meski dermaga PT JAS dinilai masih terkelola baik, DLH memberi peringatan agar tanggul penahan limpasan diperkuat dan segera ditanami tanaman penutup karena berjarak dekat dari pesisir.

“Kerugian warga sudah nyata, jadi pembuktian harus segera dilakukan. Dari PT JAS menjanjikan akan menindaklanjutinya pada bulan Desember ini dan siap bertanggungjawab jika terbukti secara ilmiah aktivitasnya mencemari lingkungan setempat,” ucapnya.

Baca halaman selanjutnya...

Baca Juga