UU Darurat untuk Menahan 11 Warga tak Berlaku di Tuntutan, Aslan: Itu Pola Meredam Gerakan Rakyat
Ternate, malutpost.com -- Dosen Hukum Pidana Universitas Khairun, Aslan Hasan, menyebutkan, Undang-Undang Darurat dan pemerasan yang digunakan Polda Maluku Utara untuk menjerat 11 warga Maba Sangaji hingga dilakukan penahanan dan persidangan saat ini adalah dasar meredam gerakan untuk mempertahankan hak.
Hal ini disampaikan Aslan Hasan, saat diundang sebagai narasumber dalam kegiatan dialog publik dengan tema kriminalisasi Masyarakat adat menggunakan UU Minerba dalam kasus Maba Sangaji. Dialog publik itu dilakukan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ternate bersama Trend Asia, di Sabeba Kafe, Minggu (12/10/2025) pukul 20:00 WIT.
Aslan bilang, pola meredam gerakan dengan Undang-Undang Darurat dan pemerasan ini, sudah biasa digunakan teman-teman kepolisian untuk membunuh gerakan pejuang lingkungan dan masyarakat yang memperjuangkan hak atas tanah maupun lingkungan.
Menurutnya, teman-teman kepolisian harusnya jujur dalam penegakan hukum dengan melihat unsur perbuatan warga. Karena historis Undang-Undang Darurat diundangkan pemerintah adalah meredam konflik politik yang menimbulkan gerakan saparatisme di berbagai tempat pasca kemerdekaan. Sehingga, tahun 1951 Undang-Undang Darurat itu diundangkan di tengah transisi konstitusi dari Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat saat itu. Makanya saat itu, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Darurat.
“Jadi, Undang-Undang Darurat itu, basis konstitusionalnya adalah Undang-Undang sementara pada tahun 1951. Sekarang istilahnya Perpu, yang agak mirip. Disitulah, Undang-Undang ini tidak dicabut. Jjadi sering digunakan penegak hukum untun menindak para pejuang yang melakukan gerakan-gerakan, seperti memperjuangkan tanah serta lingkungan," jelasnya.
Dosen Hukum Pidana di Universitas Khairun itu menyatakan, tak heran jika ada tindakan kriminalisasi menggunakan Undang-Undang Darurat dalam menjarata warga saat memperjuangkan lingkungan. Padahal, Undang-Undang Darurat ini semacam menjadi artefak hukum yang harusnya tidak lagi diterapkan dan tidak relevan aspek hukum, karena konteksnya diberlakukan tahun 1951 dengan kondisi politik waktu itu.
Kalau prespektif hukum lanjutnya, kita menganggap sesuatu yang lumrah. Tapi dalam sisi hukum pidana dipasangkan Undang-Undang Darurat dan pemerasan itu hanya sekedar mencari celah menahan 11 warga Maba Sangaji.
“Menurut saya (Aslan), berdasarkan hukum pidana itu, untuk menahan orang syaratnya harus hukuman di atas 5 tahun. Kalau dari awal Undang-Undang Minerba yang ditetapkan, maka 11 warga ini tidak bisa ditahan. Untuk itu, penting menggunakan pasal yang bisa memberi legitimasi hukum dalam hal pihak kepolisian untuk menahan 11 warga, maka Undang-Undang Darurat dan pemerasan menjadi dasar," tuturnya.
Asalan menyebutkan, alasan bisa dilakukan penahanan dengan menggunakan Undang-Undang Darurat karena ancaman hukuman kurang lebih 10 tahun dan pasal pemerasan 368 dengan ancaman hukuman 9 tahun. Sehingga, pasal itu yang digunakan teman-trman kepolisian agar bisa menahan warga yang melakukan gerakan atas mempertahankan tanah dan lingkungan.
Meskipun, pasal-pasal itu tidak terbukti dalam persidangan, yang penting bagi teman-teman kepolisian adalah menahan 11 warga dari awal dengan dasar mereka ditahan karena ancaman hukuman diatas 5 tahun.
“Itu terbukti, karena dakwaan dengan Undang-Undang Darurat, Pemerasan dan Minerba, tapi akhirnya dipakai Undang-Undang Minerba dalam tuntutan, yaitu pasal 162 dengan ancaman hukuman dibawah 5 tahun. Dari rangkaian kasus ini berjalan hingga saat ini menggambarkan jelas bahwa upaya kriminalisasi itu nyata. Harus diingat, di terminologi konstitusi kita saat ini tak ada lagi Undang-Undang Darurat," akunya lagi.
Dalam kasus 11 warga itu, sebenarnya dalam praktek hukum Jaksa Penuntut Umum (JPU) dimungkinkan untuk mendakwa orang lebih dari satu pasal yang namanya dakwaan alternatif dimasukkan dalam pilihan-pilihan pasal kemudian melihat pasal yang paling cocok untuk para terdakwa.
“Jadi jangan heran, jika awal hingga dakwaan digunakan Undang-Undang Darurat, tapi pada tuntutan JPU gunakan Undang-Undang Minerba. Pada intinya, kita berharap majelis hakim yang memeriksa perkara ini memiliki hati nurani untuk menutup fakta persidangan dengan memutuskan 11 warga ini bebas tanpa syarat," tandasnya. (one)