1. Beranda
  2. Opini

Wajah Umum Masyarakat Malut Sebagai Wilayah Pertambangan

Oleh ,

Oleh: M. Sadli Umasangaji
(Ketua Umum FLP Maluku Utara)

Sudah menjadi cerita umum bahwa Indonesia dikenal dengan kekayaan sumber daya alamnya, salah satunya nikel. Logam strategis ini dalam beberapa tahun terakhir menjadi sorotan dunia.

Indonesia bahkan tercatat sebagai produsen nikel terbesar di dunia dengan menyumbang sekitar 26 persen dari total cadangan global (Tempo, 2023). Nikel merupakan komponen penting dalam industri baterai kendaraan listrik dan baja tahan karat yang menjadi penopang utama agenda transisi energi bersih.

Maluku Utara menjadi salah satu daerah penghasil nikel terbesar di Indonesia, dengan cadangan bijih mencapai 1,86 miliar ton.

Secara nasional, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat Indonesia memiliki cadangan sekitar 5,3 miliar ton (Katadata, 2024). Tak heran jika nikel dan produk turunannya seperti besi dan baja menjadi komoditas ekspor dominan dari Maluku Utara.

Hilirisasi nikel di Maluku Utara terbukti memacu pertumbuhan ekonomi. Hal ini pernah ditegaskan oleh Samsudin selaku Penjabat Gubernur, bahwa tingginya pertumbuhan ekonomi Maluku Utara berkaitan erat dengan aktivitas sektor pertambangan, penggalian, serta industri pengolahan nikel.

Namun, cerita umum yang kerap terulang adalah, pertama, energi terbarukan berbasis nikel ini diklaim ramah lingkungan, tetapi kenyataannya justru menghadirkan kerusakan ekologis.

Kedua, pertumbuhan ekonomi yang ditopang industri nikel, masih menyisakan pertanyaan besar: apakah benar-benar menghadirkan kesejahteraan normatif bagi masyarakat Maluku Utara?

Baca Halaman Selanjutnya..

Baca Juga