Hindari Konflik Kepentingan, Pejabat Publik Dilarang Pimpin KONI
Ternate, MalutPost.com — Menjelang musyawarah olahraga provinsi luar biasa (Musorprovlub) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Maluku Utara periode 2025–2029, penting menegaskan prinsip tata kelola organisasi olahraga yang bebas dari konflik kepentingan. Salah satu ketentuan krusial yang harus diperhatikan adalah larangan bagi pejabat publik untuk menjadi pengurus KONI.
Hal ini disampaikan oleh eks Ketua Umum KONI Kabupaten Halmahera Selatan, Samsudin Sidik. Menurutnya, larangan itu diatur dalam Pasal 40 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN). “Ketentuan tersebut telah diuji keabsahannya oleh MK (Mahkamah Konstitusi) dalam perkara uji materi dua pemohon yang digabung menjadi satu pemeriksaan perkara. Pemohon pertama adalah Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur Saleh Ismail Mukadar yang juga Ketua Umum KONI Kota Surabaya dan pemohon kedua, Syahrial Oesman ialah gubernur sekaligus Ketum KONI Sumatera Selatan. Keduanya menganggap pembedaan larangan rangkap jabatan publik dalam kepengurusan organisasi cabang olehraga dan komite olahraga sebagai ketentuan yang diskriminatif,” kata Samsudin, Selasa (30/9/2025).
Dino—sapaan akrab mengutip MK dalam putusannya tersebut menolak seluruh permohonan uji materi terhadap Pasal 40 UU Nomor 3 Tahun 2005, dan menegaskan bahwa larangan tersebut bertujuan menghindari konflik kepentingan dan menjamin netralitas serta profesionalisme dalam pengelolaan organisasi olahraga. “Putusan MK ini menjadi landasan hukum penting yang tidak dapat diabaikan, khususnya dalam dinamika menjelang Musorprovlub ini,” jelasnya.
Meskipun UU ini telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, tetapi, ujar Dino, prinsip kemandirian pengurus KONI tetap dipertahankan dan ditegaskan melalui norma transisi dalam Pasal 106, yang menyatakan peraturan pelaksanaan dari UU sebelumnya tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan baru.
“Jadi, dalam UU ini, mengamanatkan bahwa pengurus komite olahraga nasional (termasuk KONI) harus bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural atau jabatan publik demi menghindari konflik kepentingan. Tujuanya memastikan profesionalisme dalam kepengurusan organisasi olahraga dan mencegah potensi benturan kepentingan,” tambah Dino menegaskan.
Dino memastikan bahwa pejabat publik tidak akan mampu memberikan fokus dan dedikasi penuh dalam mengurus keolahragaan, serta potensi penyalahgunaan anggaran bila pejabat publik juga menjadi penerima manfaat anggaran hibah dari pemerintah.
Ia melanjutkan, prinsip kemandirian dan larangan rangkap jabatan juga sejalan dengan nilai-nilai yang tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KONI, yang menekankan pentingnya profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas dalam struktur kepengurusan.
“Olehnya itu, seleksi calon pengurus KONI pada Musorprovlub ini harus benar-benar mempertimbangkan aspek legalitas dan etika ini, agar supaya kepengurusan yang terbentuk nantinya benar-benar bebas dari intervensi politik dan mampu berfokus sepenuhnya pada pembinaan olahraga daerah,” tambah Dino lagi.
Dengan memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku, termasuk putusan MK dan prinsip tata kelola organisasi yang baik, dirinya minta agar Musorprovlub KONI Maluku Utara mampu melahirkan pemimpin-pemimpin olahraga yang independen dan berkomitmen mendorong kemajuan prestasi olahraga di daerah.
“Pentingnya pemahaman menyeluruh terhadap landasan hukum keolahragaan, seperti UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, PP Nomor 46 Tahun 2021, hingga Perpres Nomor 86 Tahun 2021, serta AD/ART dan Peraturan Organisasi (PO) KONI. Langkah ini merupakan bagian dari upaya kolektif membangun sistem keolahragaan nasional yang berintegritas dan terbebas dari konflik kepentingan,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Wakil Gubernur Maluku Utara Sarbin Sehe mencalonkan diri sebagai Ketua Umum KONI Maluku Utara. Sarbin akan bersaing sengit dengan sejumlah nama lainnya untuk memperebutkan suara dalam Musprovlub. (red/kun)