1. Beranda
  2. Opini

Perebutan Pulau antara Gebe dan Raja Ampat

Oleh ,

Oleh: Riski Ikra
(Ketua Umum HPMB Malut)

Konflik perebutan wilayah selalu menjadi isu rumit di Indonesia. sebagai negara kepulauan dengan ribuan pulau kecil, Indonesia kerap menghadapi tarik ulur kepemilikan, baik antarprovinsi, kabupaten, bahkan antar masyarakat adat.

Kasus perebutan tiga pulau kecil Sain, Piyai, dan Kiyas yang kini dipersoalkan antara Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara dan Kabupaten Raja Ampat di Papua Barat Daya adalah cermin terbaru bahwa persoalan batas wilayah masih menyisakan luka administratif sekaligus tantangan sosial bagi bangsa ini.

Ketiga pulau tersebut sebenarnya sudah lama tercatat dalam dokumen resmi negara sebagai bagian dari Kabupaten Halmahera Tengah. Keputusan Presiden nomor 6 Tahun 2017 secara jelas memasukkan Sain, Piyai, dan Kiyas ke dalam wilayah Maluku Utara.

Bahkan pada tahun 2025, Kementerian dalam Negeri kembali menegaskan status tersebut melalui Keputusan nomor 300.2.2-2138 tentang pemutakhiran kode data wilayah administrasi dan pulau (TribunTernate.com senin 22/09/2025).

Artinya, secara hukum kedudukan pulau-pulau itu tidak lagi dapat diganggu gugat. namun faktanya, klaim dari Papua Barat Daya, khususnya Kabupaten Raja Ampat, terus bermunculan. sengketa tidak berhenti pada dokumen hukum, melainkan melebar ke ranah sosial, identitas, hingga politik lokal.

Jika ditelaah lebih dalam, perebutan tiga pulau ini bukan semata perkara garis batas pada atas peta. ia adalah korelasi sejarah yang melekat, tentang siapa yang berhak mendefinisikan ruang hidup.

Bagi masyarakat Gebe, pulau-pulau itu adalah bagian dari aktivitas ekonomi sehari-hari, ruang jelajah nelayan, bahkan penanda kultural. Hilangnya kepemilikan berarti hilangnya bagian dari kehidupan sosial mereka.

Baca Halaman Selanjutnya..

Baca Juga