Malut Tumbuh Tapi Tertinggal
Oleh: M. Eko Duhumona
(Pegiat Pilas Institute)
Ekonomi terus menunjukkan kemajuan, ujarnya. Bangunan-bangunan semakin menjulang, angka-angka terlihat di layar televisi. Namun, semakin tinggi gedung-gedung itu, semakin jauh mereka dari kehidupan banyak orang yang bergantung padanya.
Jalanan dipenuhi lalu lintas, tetapi interaksi antar individu semakin berkurang. Pabrik-pabrik terus beroperasi, namun dapur-dapur kecil masih berjuang untuk memenuhi harapan yang sama: cukup untuk hari ini, semoga besok tidak semakin sulit.
Baca Juga: Menggali Makna Rurehi sebagai Wajah Budaya Waiboga
Kita merayakan kemajuan, tetapi jarang sekali kita mempertanyakan: siapa yang tumbuh? siapa yang tertinggal Pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara baru-baru ini menunjukkan hasil yang menjanjikan.
Namun, perkembangan ekonomi terkadang menutupi masalah mendasar: adanya ketimpangan yang semakin lebar serta pembangunan yang kurang memperhatikan isu sosial-ekonomi masyarakat.
Amartya Sen (1999) menekankan bahwa pembangunan yang sesungguhnya tidak hanya fokus pada angka ekonomi, tetapi juga harus mengedepankan pemerataan kesempatan dan perbaikan kesejahteraan secara keseluruhan.
Baca Juga: Koran Digital Malut Post Edisi, Selasa 26 Agustus 2025
Keadaan di Maluku Utara menggambarkan contoh nyata dari “pertumbuhan yang tidak merata. ” Mengacu pada teori Kuznets (1955), periode awal pertumbuhan ekonomi sering diiringi dengan meningkatnya ketidaksetaraan, tetapi ini seharusnya dimanfaatkan untuk menyempurnakan kebijakan distribusi.
Tanpa langkah-langkah tersebut, ketidaksetaraan dapat menjadi struktur sosial yang kaku dan menimbulkan konflik berkepanjangan.
Baca Halaman Selanjutnya..