Menata Ulang Paradigma di Era AI
Oleh: Nadhir Wardhana Salama
(Beyond Health Indonesia/Research and Policy Center ILUNI FKM UI)
Di setiap simpang sejarah, manusia selalu dihadapkan pada pertanyaan yang sama: siapa kita, ke mana kita menuju, dan apa arti keberadaan kita?
Pertanyaan ini kembali mengemuka di abad ke-21, ketika peradaban memasuki era Artificial Intelligence (AI) sebuah era di mana kemampuan berpikir, yang dulu menjadi monopoli manusia, kini mulai dibagi dengan entitas buatan.
Baca Juga: AI dan Kemudahan Baru dalam Dunia Riset
Seperti halnya kapal yang meninggalkan dermaga menuju samudra tak dikenal, kita melangkah dengan rasa kagum sekaligus waspada.
Peradaban manusia selalu ditandai oleh titik balik teknologi mulai dari penemuan roda, mesin uap, listrik, hingga internet. Kini, kita menghadapi babak baru: Artificial Intelligence (AI), sebuah entitas non-biologis yang mampu berpikir, belajar, dan mengambil keputusan secara otonom.
Jika revolusi industri memindahkan otot manusia ke mesin, maka revolusi AI berpotensi memindahkan sebagian fungsi otak manusia ke algoritma. Pertanyaannya, bagaimana manusia tetap relevan, dan apa makna keberadaan kita di tengah sistem yang semakin otomatis?
Baca Juga: Koran Digital Malut Post Edisi, Senin 18 Agustus 2025
Secara teknokratis, AI adalah instrumen percepatan efisiensi. Ia dapat mengolah data dalam skala yang mustahil dikerjakan manusia dalam waktu singkat.
Dari sektor keuangan hingga kesehatan, AI membentuk model prediksi, meminimalkan kesalahan, dan mengoptimalkan sumber daya.
Baca Halaman Selanjutnya..