1. Beranda
  2. Sastra

CERPEN: Melodi Pahit di Tengah Kemenangan

Oleh ,

DI tengah gemerlap lampu kota yang tak pernah padam, hiduplah sepasang suami istri dan kedua putra mereka, Daniel dan Rafael. Sebuah keluarga sederhana yang dipenuhi tawariang Daniel, si sulung yang beranjak remaja, berpadu dengan celotehan lucu Rafael, si bungsu yang masih balita. Setiap sudut rumah mereka selalu hangat oleh suara ibu yang melengkingceria.

Ibu, bak alarm alami, dengan penuh kasih membangunkan Daniel untuk sekolah, menyuapi Rafael, dan menyiapkan sarapan untuk ayah. Daniel tumbuh menjadi anak yang aktif dancerdas, sering menjuarai berbagai lomba, termasuk lombabusana. Ia selalu tampil percaya diri di panggung, mengenakan busana buatan tangan ibunya, dimana setiap jahitan adalah wujud cinta dan kebanggaan sang ibu pada putranya.

Bertahun-tahun berlalu, Daniel kini sebentar lagi lulus SMA. Ayah memutuskan pensiun karena usia tak lagi muda, namun ekonomi keluarga tetap stabil berkat pabrik tahu yang mereka kelola. Sepulang sekolah, Daniel rutin membantu orang tua, mengawasi produksi hingga pengantaran. Semua ia lakukan dengan ikhlas demi meringankan beban keluarga dan masadepan Rafael yang masih panjang.

Waktu terus berjalan, Daniel diterima di fakultas tekniksalah satu universitas di kotanya. Ia menjadi mahasiswa berprestasi dan aktif berorganisasi. Namun, kegembiraan itusirna saat ayah membawa kabar buruk: Ibu sakit kanker. Kabartersebut membuat Daniel terpukul. Hidupnya terasa sepertilabirin yang penuh jalan buntu. Ia merenung, berpikir keras mencari cara meringankan beban ekonomi dan biaya pengobatanibu.

Akhirnya, ia memutuskan untuk mengikuti berbagai tes pekerjaan, seperti CPNS dan polisi, yang dibuka setiap tahun. Iarela mengorbankan mata kuliahnya, meski harus menerima kenyataan pahit bahwa ia selalu gagal, dan nilai akademisnyapun anjlok. Namun, Daniel tidak pernah menyerah. Ia berjuangdan kuat menghadapi semua masalah dengan tabah. Terkadang, dalam kesendirian, air matanya menetes, merindukan kenangansaat ibu masih sehat. Kini, suara hangat itu digantikan rintihan, dan senyumnya terkikis oleh rasa sakit yang menusuk.

Di usianya yang masih muda, ia harus memikul bebanberat. Tiga tahun berlalu, kehangatan keluarga memudar. Kanker stadium akhir menggerogoti sang ibu, membuat ekonomi mereka merosot drastis. Daniel, yang kini mahasiswa semester akhir, disibukkan skripsi sambil membantu ayah membiayaipengobatan dan kemoterapi yang melambung tinggi.

Di tengah semua kesibukannya, Daniel tak pernah lupatugas utamanya: merawat ibu. Tiap malam, di sela ia mengecektugas kuliahnya, sesekali ia mencuri pandang ke kamar ibu, memastikan selimutnya tak bergeser. Di balik semua beban itu, tak pernah ada keluhan dari bibirnya. Ia selalu menunjukkanketabahan di hadapan semua orang. Namun, setiap malam, saatsemua terlelap, ia tak pernah bisa tidur nyenyak. Tangisan ibu adalah melodi pahit yang mengusik tidurnya. Ia selalu terjaga, memeluk erat ibunya yang menjerit dalam kesunyian, seolahingin menarik semua rasa sakit itu ke dalam tubuhnya sendiri.

Keesokan harinya, secercah harapan muncul saatpendaftaran CPNS kembali dibuka. Persaingan ketat membuat Daniel bimbang, haruskah ia kembali mempertaruhkan semuanya? Di tengah kebuntuan itu, ia memilih bersujud, memohon petunjuk, dan meminta doa restu ibu untuk mencobates CPNS tanpa melepaskan kuliahnya. Ia harus berjuang di dua medan perang sekaligus.

Jadwal Daniel semakin padat. Kuliah, skripsi, dan belajar persiapan tes. Ia tak ingin lagi menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia terus belajar siang malam demi ibunda tercinta yang memberinya semangat. Ia juga tetap menyempatkan diri menyuapi ibu, menyiapkan air hangat, dan menenangkan ibuyang terus menangis. Ia menjadi pilar kekuatan bagi sang ibu, menelan kepedihan sendiri, dan menggantikan air mata ibunya dengan pelukan hangat.

Tes berlangsung pada bulan November, dengan hasil yang belum diumumkan. Daniel berharap bisa masuk 19 peserta yang beruntung, sambil terus mendoakan kesembuhan ibu agar bisamenyaksikan kesuksesan kedua putranya. Namun, takdir berkatalain. Berita duka datang menjemput. sang ibu mengembuskan napas terakhirnya di waktu senja. Kepergian yang tenang, namun meninggalkan luka perih tak terlukiskan. Malam itu, iatak lagi mendengar rintihan, hanya keheningan yang menyesakkan, dan dingin yang merayap di hatinya.

Beberapa minggu setelah kepergian ibu, pengumuman tesCPNS keluar. Daniel dinyatakan lulus dengan nilai sangat memuaskan. Namanya terpampang di daftar teratas, bukti nyatadari semua kerja kerasnya. Namun, rasa bahagia itu terasahampa. Hatinya dipenuhi luka, seperti piala indah yang retak di dalamnya. Ia meraih pencapaian ini, tetapi kehilangan orang yang paling ingin ia bahagiakan.

Pencapaian ini adalah untuk ibunya. Hasil dari doa-doayang seharusnya ia saksikan. Daniel menggenggam erat kertas pengumuman itu, dadanya sesak. Ia membayangkan senyumbangga ibunya, pelukan hangat, dan bisikan lirih, "Ibu banggapadamu, Nak." Namun, bayangan itu hanya menambah pedih.

Dengan langkah gontai dan hati hancur, ia menuju makamibu. Langit mendung kelabu, gerimis turun membasahi tanahyang masih merah. Kelopak bunga layu di atas pusara menunduk, dan angin sejuk menggugurkan bunga-bunga sepertiair mata yang tak terhenti. Air matanya menetes di atas nisanyang basah.

"Lihatlah, Bu. Anakmu sudah berhasil," bisiknya lirih, suaranya tercekat. Ia meletakkan kertas pengumuman itu di samping nisan. "Ini semua untuk Ibu. Ini adalah hasil dari semua doamu. Seharusnya Ibu ada di sini, melihatku."

Namun, hanya angin senja yang menjawab. Angin itu membawapilu dari hati seorang anak yang telah berjuang dan berhasil, namun kini harus hidup dengan kehampaan. Ia tahu, ibunyaakan selalu bersamanya, di setiap langkah dan di setiap doa. Namun, rasa sakit karena tak bisa lagi melihat senyum bangga ibunya di dunia ini akan selalu menjadi bagian dari dirinya. (*)

Baca Juga