1. Beranda
  2. Opini

Laut Wayatim Bukan Sasaran Bom

Oleh ,

Oleh: Yoesran Sangaji
(Penulis merupakan alumni Sosiologi FISIP UMMU, asal pulau Bacan)

Di sore yang hening, dentuman dari tengah laut mengguncang Wayatim. Ombak kehilangan iramanya, seolah laut ikut merintih. Dari tepi pantai, tua-muda berlarian ke pesisir. Mata mereka tak hanya memandang ke arah ledakan, tapi menyimpan kecemasan yang dalam.

Di bawah permukaan laut yang tampak tenang, nyawa-nyawa tak sempat berteriak. Terumbu karang diam-diam runtuh, ikan melayang kehilangan arah, hidup yang abadi kini sirna tanpa makna.

Baca Juga: Bencana Ekologi

Beginikah cara manusia membalas laut – yang sejak dulu memberi makan, menjaga hidup, dan membentuk identitas kita? Tesis saya sederhana namun penting.

Kepulauan ini tidak hanya berdiri di atas tanah – ia hidup dari laut. Kita kerap menyebutnya “tanah air”, padahal semestinya “air” lebih dulu. Sebab lautlah yang bermula hadir, memberi hidup sebelum yang lain.

Dalam kehidupan orang Wayatim, laut dipahami sebagai relasi, juga penanda. Ia (laut) bukan halaman belakang, sebaliknya alas dan penghidupan berkelanjutan.

Baca Juga: Koran Digital Malut Post Edisi 30 Juli 2025

Dan setiap bom yang meledak di perairan Wayatim tidak saja menghancurkan ekosistem, ia sekaligus melubangi nadi budaya, ekonomi, dan harapan masyarakat pesisir.

Laporan dari FORPMASI pada Juli 2025 menyebutkan praktik destructive fishing kembali terjadi di pesisir Datapu, yang tidak sekali, tetapi lima hari berturut-turut – dari tanggal 19 sampai 23.

Baca Halaman Selanjutnya..

Baca Juga