Ambon, malutpost.com — Setelah sebelumnya melakukan audens dengan Kakesbangpol Maluku, kali ini Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Maluku yang diketuai Ruslan Affandy Basri, SE melakukan kegiatan serupa untuk meningkatkan sinergitas bersama Badan Intelijen Daerah (BINDA) Maluku yang dipimpin Kepala Badan Intelijen Daerah (Kabinda) Maluku, Marsma TNI R. Harys Soeryo Mahendro di Ambon, Jumat, (20/6/25).
Kabinda Maluku, Marsma Harys dalam kesempatan itu didampingi oleh sejumlah staf. Setelah saling memperkenalkan diri kemudian diikuti dengan diskusi lepas seputar tugas dan tanggung jawab dari lembaga sandi negara yang dipimpin putera Magelang di markasnya itu.
Marsma Harys dalam dunia intelijen tentu bukan orang baru. Ia pernah bertugas di daerah konflik Papua termasuk satu di antara perwira tinggi terbaik TNI AU yang lama terjun di lapangan di Pegunungan Jayawijaya.
Tentang tugas selaku Kabinda Maluku, Marsma Harys mengajak semua untuk menjalin kerjasama demi menjaga kondusifitas keamanan di daerah.
“BIN itu bukan lembaga super body yang tahu semua masalah. Karena itu kita butuh kerjasama membangun kemitraan,” ujarnya.
Karena bukan lembaga yang bisa menyelesaikan semua masalah dan punya keterbatasan maka dibutuhkan sinergitas dan koordinasi dengan semua pemangku kepentingan termasuk FKPT Maluku.
Ia mengatakan, walau punya keterbatasan tak berarti pasrah.
“Tapi sebaliknya kita harus punya effort (upaya) untuk bergandengan tangan sebagai bentuk tanggung jawab membangun Maluku ke depan terutama dalam menyelesaikan setiap persoalan yang timbul,” tuturnya.
Dari pengamatan yang dilakukan oleh BIN sampai saat ini tidak ada kasus keamanan lokal di Maluku yang mengemuka baik sifatnya by accident atau pun by design.
“Walau tak ada masalah besar yang menonjol di Maluku kita harus tetap waspada,” kata Marsma Harys.
Baca halaman selanjutnya…
Terkait perang Iran vs Israel dan dampaknya, Marsma Harys mengingatkan bahwa sampai sejauh ini tidak ada dampak. Meski demikian harus antisipasi.
“Lepas dari apakah perang Iran vs Israel ini bermotif ekonomi atau politik, yang pasti,kita semua tahu bahwa dalam konflik di Timur Tengah kedua negara ini mewakili entitas berdasarkan agama,” katanya.
“Jangan sampai ada stimulus dari saudara-saudara kita sebagai upaya untuk membangkitkan ghirah hingga menimbulkan ekses atas perang Iran vs Israel ini,” ujarnya.
Ia mengingatkan agar jangan menganggap enteng terhadap sesuatu yang sifatnya jelek atau tidak baik padahal efeknya bisa berpotensi menimbulkan ancaman terhadap keamanan.
Dia termasuk sosok yang tidak sependapat jika ada anggapan bahwa sopi itu oleh sebagian orang menganggap tidak masalah padahal minuman keras tersebut kerab berpotensi merusak. Bukan berarti melarang sopi, tapi menurutnya harus ada regulasi yang mengatur.
“Sesuatu yang merusak tapi kemudian dianggap biasa tentu tidak dibenarkan,” timpalnya.
Dalam hal pengibaran bendera separatis pun sama. Kalau ada yang dikibarkan lalu dianggap itu sebagai hal yang biasa dan dibiarkan saja berkibar, maka itu tidak dibenarkan.
“Sesuatu yang merusak kemudian dianggap biasa tentu tidak dibolehkan,” ujarnya lagi.
Marsma Harys mengakui lembaga yang dipimpinnya ini tidak antikritik. Sebab, BIN sebagai lembaga negara di bidang persandian fungsinya bukanlah eksekutor, tapi sifatnya mendeteksi, dan merangkul.
Ia mengakui beberapa insiden yang terjadi di Maluku beberapa waktu lalu sempat membuat lembaga yang dipimpinnya itu menuai kritik tajam dari kelompok masyarakat karena dianggap lamban.
Yang pasti, menurut Marsma Harys, semua potensi yang berdampak pada keamanan telah dimasukkan sebagai laporan pada rana pemerintah baik terkait miras dan dampaknya juga soal batas tanah.
“Yang jelas tugas kita bukan eksekutor, tapi sesuai fungsinya yakni mendeteksi dan merangkul,” tandasnya.
Baca halaman selanjutnya…
Zero Terorism
Sementara itu, Ketua FKPT Maluku, Ruslan Affandy Basri mengakui sesuai catatan yang diperoleh oleh lembaga yang dipimpinnya selama tahun 2024 Maluku termasuk salah satu provinsi yang berada dalam kategori “zero terrorism” atau nol terorisme. Yakni tidak adanya serangan atau ancaman teroris selama satu tahun terakhir baik atas nama perorangan ataupun kelompok.
Walau demikian, Ruslan Basri beranggapan FKPT Maluku sebagai perpanjangan tangan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di daerah, ia dan Kawan-kawan tetap mendukung dan bekerja sama dengan lembaga terkait di daerah baik pemda provinsi, kota dan kabupaten untuk mendukung kinerja FKPT melakukan sosialisasi dengan semua unsur melalui pelatihan dan diskusi tentang ancaman radikalisme dan terorisme.
Ia mengakui, walau di atas permukaan Provinsi Maluku masuk kategori “zero terorism” namun di lapis bawah perlu terus diberi pemahaman melalui pelatihan dan diskusi. Sebab menurutnya, bukan tidak mungkin mereka bisa dibentuk dan menjadi sel baru radikalisme sebagai ancaman.
“Saat ini ancaman berbau kekerasan bukan saja melibatkan generasi muda, tapi di tingkat pelajar kita juga ditemukan banyak kasus kekerasan dan perkelahian justru melibatkan anak sekolah,” katanya.
Karena itu dalam program FKPT Maluku nantinya, salah satu yang ditekankan adalah memberikan pemahaman melalui pelatihan dan sosialisasi dengan sejumlah sekolah di Maluku. (ril)