Oleh: Dr. Abd. Rahman, S.S., M.Si.
(Dosen Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya-UNKHAIR-Ternate)
Pendahuluan
Perjalanan ke luar negeri sering kali memberikan lebih dari sekadar pemandangan indah dan cerita wisata. Ia menyuguhkan pertemuan-pertemuan tak terduga dengan sejarah, budaya, dan kebiasaan yang membentuk wajah sebuah peradaban.
Salah satunya adalah tentang sampah benda remeh yang justru membuka mata tentang pola pikir, tanggung jawab sosial, dan kesadaran historis masyarakat.
Melalui observasi sederhana di jalanan, tempat umum, hingga sistem pengelolaan kota, penulis mencoba menarik benang merah antara sejarah, sampah, dan bagaimana keduanya mencerminkan kualitas peradaban.
Perjalanan ke Eropa bukan hanya sebuah kesempatan untuk melihat lanskap bersejarah atau menyusuri kota-kota yang tertata rapi.
Bagi saya, ia adalah jendela yang membuka pandangan terhadap bagaimana sebuah peradaban merawat dirinya bukan hanya lewat arsitektur megah atau museum yang terawat, melainkan juga melalui hal-hal yang tampak sepele namun sangat fundamental: kebersihan, keteraturan, dan cara masyarakat memperlakukan sampah.
Di banyak kota besar maupun kecil di Eropa misalnya: di Belanda (Amsterdam, Den Haag, dan Leiden); Spanyol (Madrid dan Seville); dan Portugasl (Lisabon) dan sekitarnya, saya menyaksikan bagaimana ruang publik dirawat layaknya ruang privat bersih, indah, tertib, dan bebas dari bau busuk maupun tumpukan sampah yang berserakan.
Sampah organik maupun non-organik tidak hanya dipilah dan dikelola dengan sistematis, tetapi juga menjadi bagian dari kesadaran kolektif warga terhadap pentingnya lingkungan yang sehat dan lestari.
Ini bukan semata hasil dari teknologi atau kebijakan pemerintah, tetapi lahir dari budaya disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan terhadap ruang hidup bersama.
Baca Halaman Selanjutnya..
Kontras dengan realitas ini, kita di Indonesia khususnya di kota-kota menengah dan kecil seperti Ternate di Maluku Utara masih bergumul dengan persoalan mendasar dalam tata kelola sampah.
Jalan-jalan yang sempit, sistem pembuangan yang tidak konsisten, hingga minimnya edukasi publik menjadi tantangan nyata. Namun yang lebih krusial adalah kurangnya visi bersama dalam menjadikan kebersihan sebagai bagian dari jati diri kota dan warganya.
Belanda: Negeri Kincir Angin, Bunga, Kanal, dan Sepeda
1. Sejarah dan Konteks Peradaban Belanda
Sejarah Belanda sebagai bangsa yang maju dalam hal pengelolaan sampah dimulai pada abad ke-20. Pada saat itu, negara ini menghadapi tantangan besar terkait dengan urbanisasi yang pesat, industrialisasi, dan meningkatnya konsumsi barang-barang sekali pakai.
Setelah Perang Dunia II, Belanda mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan, yang membawa dampak besar pada volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat.
Pada masa ini, banyaknya limbah yang dibuang sembarangan mulai menimbulkan masalah serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan (Buchanan, 2001: 50-54).
Pada tahun 1970-an, kesadaran masyarakat Belanda terhadap pentingnya pelestarian lingkungan mulai meningkat, terutama setelah publikasi berbagai laporan mengenai dampak negatif dari polusi.
Pemerintah Belanda mulai mengembangkan kebijakan lingkungan yang lebih ketat, termasuk pengelolaan sampah yang lebih efisien.
Fokus pada pengurangan sampah melalui prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) mulai diterapkan, mengubah cara masyarakat memandang sampah dari sesuatu yang harus dibuang menjadi sumber daya yang dapat didaur ulang atau dimanfaatkan kembali (Meijer, 1996: 99-101).
Baca Halaman Selanjutnya..
2. Amsterdam: Kota Hijau dengan Inovasi Pengelolaan Sampah
Amsterdam, ibu kota Belanda, telah lama dikenal sebagai pionir dalam inovasi ramah lingkungan. Salah satu langkah besar yang diambil oleh kota ini adalah pengembangan sistem pemilahan sampah yang terintegrasi dan mudah diakses oleh warga.
Setiap rumah tangga di Amsterdam diwajibkan untuk memilah sampah mereka sejak awal, membedakan antara sampah organik, sampah plastik, dan sampah lainnya.
Hal ini didukung oleh sistem pengumpulan sampah yang teratur dan efisien, di mana sampah organik dimanfaatkan untuk menghasilkan energi terbarukan melalui proses biogas (Jansen, 2007: 130-134).
Selain itu, Amsterdam juga memanfaatkan teknologi dalam pengelolaan sampahnya. Di banyak tempat, sampah dikumpulkan menggunakan kendaraan listrik, yang mengurangi emisi karbon dioksida dan polusi udara.
Kota ini juga mengimplementasikan teknologi canggih untuk mendaur ulang sampah plastik, mengubahnya menjadi produk yang dapat digunakan kembali, seperti bahan bangunan atau bahan baku industri (Van der Laan, 2013: 210-215).
3. Den Haag: Pusat Kebijakan Lingkungan dan Keberlanjutan
Den Haag, kota yang juga menjadi pusat pemerintahan Belanda, memiliki peran penting dalam merumuskan kebijakan lingkungan negara ini. Di sini, banyak kebijakan lingkungan yang berskala nasional lahir dan diuji coba.
Den Haag merupakan rumah bagi banyak organisasi internasional yang berfokus pada masalah lingkungan dan keberlanjutan global. Salah satu kebijakan penting yang diinisiasi di Den Haag adalah penerapan pajak sampah.
Baca Halaman Selanjutnya..
Pajak ini memberikan insentif bagi masyarakat untuk mengurangi jumlah sampah yang mereka hasilkan, dengan biaya tambahan bagi mereka yang membuang sampah dalam jumlah besar (Hoekstra & Van der Veen, 2015: 88-92).
Selain itu, Den Haag juga berperan dalam memperkenalkan konsep “Circular Economy” (Ekonomi Sirkular) yang semakin diterapkan di seluruh Belanda.
Ekonomi Sirkular berfokus pada pengurangan limbah melalui desain produk yang memungkinkan barang-barang tersebut dapat digunakan kembali, diperbaiki, atau didaur ulang.
Dengan mendorong pengusaha dan masyarakat untuk mengadopsi prinsip-prinsip ini, Den Haag berupaya untuk mengurangi ketergantungan pada sumber daya alam yang terbatas dan mengurangi polusi yang dihasilkan oleh limbah (Van Wijk, 2018: 45-50).
4. Leiden: Inovasi Pendidikan dan Penelitian dalam Pengelolaan Sampah
Leiden, kota yang terkenal dengan universitasnya, merupakan pusat penelitian dan pengembangan inovasi dalam bidang pengelolaan sampah dan teknologi ramah lingkungan.
Universitas Leiden memiliki beberapa departemen yang berfokus pada studi lingkungan dan pengelolaan sampah, menghasilkan banyak penelitian yang memberikan solusi untuk mengatasi polusi darat, laut, dan udara (Schouten, 2017: 220-225).
Salah satu penelitian penting yang berasal dari Leiden adalah pengembangan metode baru untuk mendaur ulang plastik secara lebih efisien, dengan tujuan mengurangi polusi plastik di laut, yang menjadi masalah global.
Penelitian ini sejalan dengan komitmen Belanda untuk mengurangi sampah plastik yang mencemari laut dan sungai mereka, serta untuk mengembangkan teknologi yang memungkinkan sampah plastik dapat diubah menjadi bahan baku yang berguna dalam industri (De Bruin & Meijers, 2019: 105-110).
Baca Halaman Selanjutnya..
Leiden juga berperan penting dalam memfasilitasi kolaborasi antara sektor akademik, pemerintah, dan industri dalam mengembangkan solusi inovatif untuk pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan (Van der Meer, 2020: 50-55).
5. Polusi Darat, Laut, dan Udara: Tantangan yang Masih Dihadapi Belanda
Meskipun Belanda telah mencapai kemajuan yang signifikan dalam mengelola sampah dan mengurangi polusi, tantangan masih tetap ada.
Polusi udara, meskipun telah berkurang dengan penerapan kendaraan listrik dan kebijakan transportasi ramah lingkungan, masih menjadi masalah di beberapa kota besar.
Selain itu, polusi laut akibat sampah plastik masih menjadi isu global yang mempengaruhi negara-negara pesisir seperti Belanda (Janssen & Linders, 2018: 75-80). Namun, Belanda tetap optimis dalam menghadapi tantangan ini.
Negara ini telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon dan polusi plastik secara drastis melalui berbagai kebijakan dan inisiatif internasional.
Melalui pengembangan teknologi ramah lingkungan, kebijakan yang mendukung ekonomi sirkular, serta pendidikan yang terus ditingkatkan mengenai pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
Belanda terus menunjukkan jalan bagi negara lain dalam mengatasi masalah polusi darat, laut, dan udara (Ministerie van Infrastructuur en Waterstaat, 2021:112-117).
Spanyol: Negeri Matador, Flamenco, dan Matahari
1. Sejarah dan Konteks Peradaban Lingkungan Spanyol
Spanyol menghadapi tantangan besar terkait dengan pengelolaan sampah sejak masa industrialisasi pada abad ke-19. Pada awalnya, sampah dan limbah dibuang sembarangan, dan tidak ada sistem pengelolaan sampah yang terorganisir.
Baca Halaman Selanjutnya..
Pada tahun 1970-an, setelah berbagai bencana lingkungan yang dipicu oleh sampah yang dibuang sembarangan dan polusi udara yang parah di kota-kota besar, kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian lingkungan mulai tumbuh.
Spanyol menjadi salah satu negara Eropa yang mulai menggagas kebijakan untuk mengatasi masalah polusi, terutama di kota-kota besar seperti Madrid dan Seville (González, 2003: 120-125).
Pada 1980-an, pemerintah Spanyol mulai mengimplementasikan kebijakan pengelolaan sampah berbasis regulasi, termasuk pendirian tempat pembuangan akhir yang lebih teratur dan sistem daur ulang yang pertama kali diperkenalkan di kota-kota besar.
Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mendaur ulang serta mengurangi konsumsi bahan-bahan sekali pakai.
Namun, pengelolaan sampah yang efektif baru tercapai setelah Spanyol bergabung dengan Uni Eropa pada tahun 1986, yang membawa kebijakan lingkungan yang lebih ketat (Martínez & Gómez, 2005: 60-65).
2. Madrid: Ibu Kota dengan Inovasi dalam Pengelolaan Sampah
Madrid, sebagai ibu kota Spanyol, merupakan pusat ekonomi, politik, dan budaya negara ini. Kota ini menghadapi tantangan besar dalam hal pengelolaan sampah, mengingat besarnya populasi dan urbanisasi yang pesat.
Namun, dalam beberapa dekade terakhir, Madrid telah bertransformasi menjadi kota yang lebih ramah lingkungan dengan kebijakan pengelolaan sampah yang terstruktur dengan baik.
Pada tahun 2009, Madrid meluncurkan program Madrid Recicla (Madrid Daur Ulang), sebuah inisiatif yang mengajak warga kota untuk lebih peduli terhadap pengelolaan sampah mereka.
Baca Halaman Selanjutnya..
Program ini mengedepankan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dengan tujuan untuk mengurangi volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (Rodríguez, 2010: 140-145).
Salah satu inovasi besar yang dilakukan Madrid adalah penerapan teknologi canggih dalam pengelolaan sampah. Pada tahun 2015, Madrid mulai menggunakan sistem pengumpulan sampah yang lebih efisien dengan kendaraan listrik untuk mengurangi emisi polusi udara.
Selain itu, Madrid juga menerapkan teknologi sensor untuk memonitor pengumpulan sampah dan mengoptimalkan rute pengumpulan agar lebih efisien.
Sistem pemilahan sampah yang lebih ketat juga diperkenalkan di seluruh kota, dengan warga diwajibkan untuk memisahkan sampah organik, plastik, dan sampah lainnya sejak awal.
Semua sampah yang dikumpulkan kemudian diproses di fasilitas daur ulang yang sangat efisien, mengurangi volume sampah yang akhirnya dibuang ke tempat pembuangan akhir (López, 2017: 180-185).
Selain itu, Madrid juga berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon dengan memperkenalkan kebijakan transportasi berkelanjutan.
Sistem transportasi publik yang ramah lingkungan, termasuk bus listrik dan jalur sepeda yang semakin berkembang, berkontribusi pada pengurangan polusi udara di kota ini.
Langkah-langkah ini telah menjadikan Madrid sebagai contoh bagaimana sebuah kota besar dapat mengurangi dampak lingkungan melalui kebijakan pengelolaan sampah yang inovatif dan keberlanjutan dalam sistem transportasi.
Baca Halaman Selanjutnya..
3. Seville: Kota Bersejarah yang Berkomitmen pada Keberlanjutan
Seville, kota yang terletak di selatan Spanyol, memiliki sejarah yang kaya dan telah menjadi contoh bagi kota-kota lain dalam hal pengelolaan sampah dan keberlanjutan.
Seville dikenal dengan upayanya untuk menjadi kota yang ramah lingkungan dengan kebijakan pengelolaan sampah yang sangat progresif.
Salah satu langkah penting yang dilakukan Seville adalah penerapan sistem pemilahan sampah yang lebih ketat dan program daur ulang yang sukses.
Seville memperkenalkan program Reciclaje Sevilla (Daur Ulang Seville) yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat daur ulang sampah rumah tangga, dengan fokus pada pengelolaan sampah organik, plastik, dan logam (Álvarez, 2012: 98-102).
Selain itu, Seville juga berfokus pada pengurangan polusi udara dengan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Seville telah memperkenalkan sistem sepeda umum yang terintegrasi dengan sistem transportasi publik, memudahkan warga untuk beralih ke moda transportasi yang lebih ramah lingkungan.
Pada tahun 2011, Seville menjadi salah satu kota pertama di Eropa yang mengimplementasikan sistem sepeda publik Sevici, yang telah sukses mengurangi emisi CO2 dan memberikan alternatif transportasi yang lebih bersih bagi warganya (Hernández, 2015: 175-180).
Seville juga menjadi pelopor dalam penggunaan energi terbarukan. Pada tahun 2008, Seville memulai pembangunan pembangkit listrik tenaga surya terbesar di Eropa, yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pengurangan emisi karbon di kota tersebut.
Penggunaan energi terbarukan ini tidak hanya mengurangi polusi udara, tetapi juga berfungsi sebagai model bagi kota-kota lain di Spanyol dan Eropa dalam hal keberlanjutan energi (Córdoba, 2014: 200-205).
Baca Halaman Selanjutnya..
4. Polusi Darat, Laut, dan Udara: Upaya Spanyol Mengatasi Masalah Lingkungan
Polusi darat, laut, dan udara merupakan tantangan global yang dihadapi oleh banyak negara, termasuk Spanyol. Meskipun Madrid dan Seville telah mencapai kemajuan dalam pengelolaan sampah dan pengurangan emisi polusi, masalah polusi plastik di laut dan sampah di tempat pembuangan akhir masih menjadi isu yang harus diatasi.
Pada tahun 2020, Spanyol adalah salah satu negara yang menandatangani perjanjian internasional untuk mengurangi polusi plastik di laut dan mempromosikan ekonomi sirkular (Bermúdez, 2020: 65-70).
Namun, Spanyol tetap berkomitmen untuk mengatasi masalah ini dengan lebih serius. Pemerintah Spanyol telah meluncurkan berbagai kebijakan untuk mendorong perusahaan dan masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan beralih ke bahan yang dapat didaur ulang.
Selain itu, Spanyol juga mendukung penelitian dan inovasi dalam teknologi pembersihan laut, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah sampah plastik yang mencemari laut Mediterania dan Samudra Atlantik (González, 2018: 88-92).
Portugal: Negeri Penjelajah, Fado, dan Anggur
1. Sejarah dan Konteks Lingkungan di Portugal
Pada awal abad ke-20, Portugal, seperti banyak negara industri lainnya, menghadapi tantangan besar terkait pengelolaan sampah dan polusi. Pada masa ini, sampah dan limbah dibuang sembarangan, dan pengelolaan sampah belum menjadi perhatian serius.
Pada tahun 1970-an, setelah peristiwa Perubahan Revolusi Kemerahan (Carnation Revolution) pada tahun 1974 yang menandai transisi politik penting, ada perubahan dalam cara pandang negara terhadap pengelolaan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan.
Pemerintah mulai memperkenalkan kebijakan-kebijakan yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, meskipun tantangan dalam hal pengelolaan sampah masih cukup besar (Mendes, 2002: 45-50).
Baca Halaman Selanjutnya..
Pada tahun 1990-an, Portugal mulai mengimplementasikan kebijakan yang lebih sistematis untuk mengurangi volume sampah dan polusi.
Salah satu langkah awal adalah membangun infrastruktur pengelolaan sampah yang lebih baik, seperti tempat pembuangan sampah yang lebih terorganisir dan fasilitas daur ulang.
Namun, momentum utama dalam pengelolaan sampah dan polusi baru mulai tercapai setelah Portugal bergabung dengan Uni Eropa pada tahun 1986, yang membawa standar lingkungan yang lebih ketat serta bantuan dana untuk pengembangan infrastruktur ramah lingkungan (Faria & Costa, 2011: 85-90).
2. Lisbon: Inovasi Pengelolaan Sampah dan Kebijakan Ramah Lingkungan
Lisbon, ibu kota Portugal, adalah pusat ekonomi, budaya, dan politik negara ini. Dengan populasi lebih dari 500.000 orang, Lisbon menghadapi tantangan besar terkait pengelolaan sampah dan polusi.
Namun, dalam beberapa dekade terakhir, kota ini telah berkembang menjadi contoh kota yang ramah lingkungan. Salah satu kebijakan besar yang diimplementasikan di Lisbon adalah pengenalan sistem pemilahan sampah pada tingkat rumah tangga.
Masyarakat Lisbon diwajibkan untuk memisahkan sampah organik, sampah plastik, kaca, dan kertas, yang kemudian dikumpulkan secara terpisah oleh pihak berwenang.
Program Lisboa Recicla (Lisbon Daur Ulang), yang diperkenalkan pada tahun 2004, bertujuan untuk meningkatkan tingkat daur ulang sampah rumah tangga dan mengurangi sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (Pereira, 2009: 120-125).
Lisbon juga telah mengadopsi teknologi canggih dalam pengelolaan sampah. Pada tahun 2015, kota ini meluncurkan sistem pengumpulan sampah berbasis sensor yang memungkinkan pengelolaan sampah yang lebih efisien.
Baca Halaman Selanjutnya..
Sistem ini menggunakan sensor yang terpasang pada tempat sampah untuk memantau tingkat pengisian dan memastikan pengumpulan sampah dilakukan pada waktu yang tepat.
Hal ini mengurangi jumlah perjalanan kendaraan pengumpul sampah, yang pada gilirannya membantu mengurangi emisi karbon dan polusi udara.
Selain itu, Lisbon juga menerapkan sistem pengumpulan sampah menggunakan kendaraan listrik untuk lebih mengurangi jejak karbon kota ini (Silva, 2016: 98-103).
Selain pengelolaan sampah, Lisbon juga berkomitmen untuk mengurangi polusi udara. Dengan meningkatnya jumlah kendaraan pribadi di kota, Lisbon mengimplementasikan kebijakan transportasi ramah lingkungan.
Salah satunya adalah pembangunan jalur sepeda yang lebih banyak dan sistem transportasi umum yang berbasis listrik, seperti trem dan bus listrik.
Dengan meningkatkan aksesibilitas transportasi publik yang ramah lingkungan, Lisbon berupaya untuk mengurangi polusi udara serta ketergantungan pada kendaraan bermotor pribadi (Costa & Ribeiro, 2017: 85-90).
3. Sekitar Lisbon: Kebijakan Keberlanjutan di Wilayah Lain
Di luar Lisbon, wilayah-wilayah lain di Portugal, termasuk daerah sekitarnya seperti Sintra dan Cascais, juga mulai mengadopsi kebijakan pengelolaan sampah dan keberlanjutan yang lebih ramah lingkungan.
Salah satu contoh adalah pengembangan Centro de Reciclagem de Oeiras (Oeiras Recycling Center), yang bertujuan untuk mendaur ulang berbagai jenis sampah, mulai dari plastik hingga elektronik.
Baca Halaman Selanjutnya..
Selain itu, daerah-daerah ini juga aktif dalam mempromosikan pengelolaan sampah organik, dengan mendorong penggunaan komposter rumah tangga dan menyediakan fasilitas pengomposan skala besar yang dapat mengolah limbah organik dari rumah tangga dan bisnis lokal (Sousa, 2013: 70-75).
Di daerah pesisir seperti Cascais, yang berbatasan dengan Samudra Atlantik, ada upaya yang signifikan untuk mengurangi polusi laut akibat sampah plastik.
Pemerintah daerah menggalakkan program pembersihan pantai yang melibatkan masyarakat setempat dan wisatawan, serta memperkenalkan program edukasi untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan laut.
Hal ini sejalan dengan kebijakan nasional Portugal untuk mengurangi polusi plastik dan mendorong ekonomi sirkular dalam penggunaan bahan-bahan yang dapat didaur ulang (Ferreira, 2018: 125-130).
4. Polusi Darat, Laut, dan Udara: Tantangan yang Masih Ada
Meskipun Portugal telah mencapai banyak kemajuan dalam pengelolaan sampah dan pengurangan polusi, tantangan terkait polusi darat, laut, dan udara masih tetap ada.
Polusi plastik di laut, khususnya di pesisir Atlantik, tetap menjadi masalah besar, dengan sampah plastik yang terus mencemari ekosistem laut dan membahayakan kehidupan laut.
Selain itu, meskipun kualitas udara di Lisbon telah membaik berkat kebijakan transportasi yang lebih ramah lingkungan, polusi udara akibat emisi kendaraan bermotor tetap menjadi masalah di beberapa kota besar (Melo & Almeida, 2019: 50-55).
Baca Halaman Selanjutnya..
Namun, Portugal berkomitmen untuk mengatasi masalah ini melalui kebijakan yang lebih tegas dan inovasi teknologi. Negara ini telah berpartisipasi dalam berbagai inisiatif internasional untuk mengurangi polusi plastik dan mendukung ekonomi sirkular.
Pemerintah juga terus memperkenalkan kebijakan yang mendorong penggunaan energi terbarukan, serta memperluas infrastruktur pengelolaan sampah di seluruh negeri (Oliveira & Santos, 2020: 95-100).
Penutup
Belanda menunjukkan kepada dunia bahwa dengan kebijakan yang tepat, kesadaran masyarakat, dan inovasi teknologi, sebuah negara dapat mengurangi dampak sampah dan polusi terhadap lingkungan.
Dengan model pengelolaan sampah yang efektif dan pendekatan berbasis sains, Belanda tidak hanya menjadi negara yang bebas sampah, tetapi juga memberikan pesan penting tentang pentingnya keberlanjutan dan tanggung jawab bersama dalam menjaga bumi.
Amsterdam, Den Haag, dan Leiden telah membuktikan bahwa meskipun tantangan lingkungan besar, dengan tekad dan kerja sama, kita bisa mencapainya.
Spanyol, terutama melalui kota-kota seperti Madrid dan Seville, menunjukkan kepada dunia bahwa dengan kebijakan yang tepat, kesadaran masyarakat, dan inovasi teknologi, sebuah negara dapat mengurangi dampak sampah dan polusi terhadap lingkungan.
Keberhasilan Madrid dan Seville dalam mengelola sampah, mengurangi polusi udara, dan mempromosikan penggunaan energi terbarukan memberikan contoh yang jelas bahwa perubahan besar dapat dicapai jika seluruh elemen masyarakat bekerja sama.
Baca Halaman Selanjutnya..
Spanyol membuktikan bahwa meskipun tantangan lingkungan besar, dengan komitmen yang kuat, kita bisa mencapainya.
Portugal, terutama melalui kota Lisbon dan daerah sekitarnya, telah menunjukkan kepada dunia bahwa dengan kebijakan yang tepat dan inovasi teknologi, sebuah negara dapat mengatasi masalah sampah dan polusi dengan cara yang berkelanjutan.
Keberhasilan Lisbon dalam mengelola sampah dan mengurangi polusi udara memberikan contoh penting bahwa tindakan kolektif, dari pemerintah hingga masyarakat, sangat penting dalam menciptakan kota dan negara yang bebas sampah.
Meskipun tantangan tetap ada, Portugal terus bergerak maju dengan langkah-langkah yang progresif dan berkelanjutan, memberikan pesan bagi dunia tentang pentingnya tanggung jawab bersama dalam menjaga kelestarian bumi. (*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Selesai, 13 Mei 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/05/selasa-13-mei-2025.html