Site icon MalutPost.com

Parlemen Kita Bernyali Gertak

Oleh: M. Sahid Hamid
(Penggagas Forum Bacarita Tomalou Tidore Selatan)

“Jangan sekali-kali mengatakan bahwa kedaulatan itu ada ditangan kami, kami tahu suara kami hanya kalian butuhkan ketika ada pemilu “. (Eko Prasetyo)

Kutipan pendapat Eko Prasetyo diatas, untuk mengingatkan kembali bagi anggota parleman hendaknya berpikir jernih, progresif, konsisten dan janganlah bersikap overconvindance bahwa kami sebagai representase suara rakyat sehingga kedaulatan itu ada di tangan kami.

Sikap yang berlebihan itu kemudian direduksi dengan perilaku arogan karena merasa memiliki hak imunitas, hak angket dan fungsi-fungsi yang dijamin konstitusi (UUD 1945).

Maupun peraturan perundang-undangan (UU MD3 Nomor 17 Tahun 2014) padahal esensi hak-hak yang melekat pada anggota parlemen itu sebagai wujud pertanggungjawaban moral untuk membela dan memperjuangkan kepentingan aspirasi rakyat karena kedaualatan itu ada ditangan rakyat bukan individu atau kelompoknya.

Parlemen dari segi pengertian berasal dari bahasa latin “ Parliamentum “ dan “Parler “ bahasa Prancis yang berarti bicara, artinya ada yang harus menyuarakan hati nurani rakyat atau mengartikulasi dan mengagregasikan kepentingan rakyat.

Sedangakan pengertian gertak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, makana gertak adalah menakut-nakuti dengan suara keras atau dengan ancaman dan sebagainya.

Gertak adalah kata sakti yang mudah diucapkan anggota parlemen diforum-forum rapat kerja dengan eksekutif (Permerintah) dengan cara menolak kebijakan eksekutif sampai pada aksi walk out.

Baca Halaman Selanjutnya..

Cara gertak yang dilakukan seperti ini agar mencapai kompromi untuk kepentingan konsesi proyek, kepentingan untuk kenaikan anggaran perjalanan reses, kepentingan mendapat porsi jatah di kabinet dan kepentingan mempermuda akses dari pihak pemodal (investor).

Maka wajarlah ketika publik sering mengidentikan sebahagian aktor anggota parlemen dengan performans personifikasi yang unik disebabkan karena modelnya seperti selebritas dan adapula yang bertipe oportunis dan populis.

Ketiga kelompok ini memiliki motorik berfikir cepat menangkap fenomena yang ada disekitanya, sikapnya penuh kamusflase, kelompok ini dikategorikan sebagai pecundang yang abadi, licik dalam memainkan sandiwara politik.

Dalam hubungan ini patut kita renungkan apa yang dikatakan oleh filosof Imanuel Kant pernah menyindir, adanya dua watak binatang, terselip insan politik yaitu merpati dan ular.

Politisi yang memiliki watak merpati yang lembut dan penuh kemuliaan dalam memperjuangakan idealisme. Tetapi ia juga mempunyai watak ular yang licik dan jahat, serta selalu berupaya untuk memangsa merpati.

Namun celakanya yang sering menonjol adalah “ sisi ular “ ketimbang watak merpatinya. Metafora sang filosof yang normative dan simbolik itu sudah menjadi edukasi yang komprehensif ketika berbicara etika politik.

Bahkan ekstremitas watak politisi diasosiasikan dengan “ Animal Charakter.“ menyimak apa yang diintrodusir Imanuel Kant tentang dua tipe wajah diatas diakaitkan dengan karakter dan prilaku sebahagian aktor insan politisi parlemen dimata publik lebih menonjol adalah watak jahat “ sisi ularanya “.

Baca Halaman Selanjutnya..

Ketika tidak tercapai hasrat ingin bagi-bagi proyek, hasrat intervensi dan hasrat perbedaan pandangan politik dengan pihak eksekutif.

Kemudian berimplikasi munculnya gertak menggertak disebabkan hilangnya pikiran jernih dalam melaksanakan peran, fungsi, komitmen dan konsistensi.

Hal itu sejalan dengan pendapat Horld J. Laski mengatakan bahwa fungsi parlemen yang justru adalah untuk menyalurkan keluhan kebutuhan dan kepentingan masyarakat dan membahas prinsip-prinsip yang dijadikan pegangan bagi eksekutif (Pemerintah) dalam melaksanakan tugas.

Sebeb parlemen tidak didirikan untuk mengatur, juga tidak untuk menyusun dan merumuskan suatu kebijakan, tetapi untuk mengawasi pelaksanaan aturan dan kebijakan. Menurut Laski, justru itulah yang lebih penting.

Bahkan peran yang dapat dilakukan oleh parlemen itu dapat dirumuskan menjadi 4 R yaitu: Review, Revise Reject dan Rafity. Artinya, pelaksanaan tugas lembaga parlemen itu menyangkut menilai, mengubah, menolak atau mengesahkan rancangan yang diajukan oleh lembaga eksekutif.

Seiring dengan pendapat dimaksud, kaitan dengan implementasi tugas, fungsi dan hak parlemen baik hak angket dan fungsi legeslasi, anggaran dan pengawasan tidak berjalan secara efektif. Justru anggota parlemen menggunakan hak angket hanya sebatas sindrom dengan kata-kata gertak.

Hal itu dapat terlihat sejak kurung waktu 2016 – 2017 hak angket yang didorong parlemen terkait dengan pansus angket kasus Century yang diduga melibatkan mantan pejabat Negara. Kemudian dibentuk lagi pansus angket pelindo dua.

Baca Halaman Selanjutnya..

Pansus angket KPK, Pansus angket pembekukan anggaran KPK dan Polri. Dan tak kala pentingnya pansus angket juga merambah sampai di DPRD Provinsi Maluku Utara yaitu terkait dengan Ijin Usaha Pertambangan (IUP).

Dan pansus angket yang didorong oleh beberapa orang anggota DPRD Kota Tidore Kepulauan berkaitan dengan Investasi PT Tidore Sejahtera Utama ( TSB) di Kelurahan Akelamo Kecamatan Oba.

Dari deretan pansus angket yang dapat penulis mengurai diatas hanya bersifat bluffing alias gertak semata. Padahal parlemen (DPR) memiliki hak yang dijamin konstitusi (UUD 1945) pasal 20 A ayat (2) DPR mempunyai hak interpelasi.

Hak angket dan hak menyatakan pendapat dan diimplementasi ke dalam UU MD3 Nomor 17 tahun 2014 pasal (3) ditegaskan pada ayat (1) huruf (b) adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu UU dan / atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting.

Strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarkat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Namun dalam prakteknya jauh dari perintah konstitusi dan peraturan perundang-undangan seperti dikemukakan oleh Karl Loewenstein bahwa konstitusi itu dipakai sebagai atauran dasar yang bersifat nominal dan simantik.

Tetapi faktanya anggota parlemen tidak melaksanakan secara utuh dan konsisten melainkan gertak menggertak sebagaimana mestinya.

Oleh karena itu, bagi mereka yang diamanahkan sebagai anggota parlemen hendaknya selalu terjaga dengan sikap istiqamah dan konsisten dalam melaksanakan tugas.

Fungsi dan hak-hak parlemen agar publik tidak lagi mengidentikan parleman gertak tetapi parlemen yang benar-benar konsisten pada prinsipnya dan akhirnya anggota parlemen bisa mendapat kepercayaan public terhadap eksistensinya lebih bermartabat. (*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Rabu, 7 Mei 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/05/rabu-7-mei-2025.html

Exit mobile version