Site icon MalutPost.com

Tantangan Pemda pada Keterbatasan Kewenangan

Oleh: Werdha Candratrilaksita, S.E., M.A.P.
(PNS Kementerian Keuangan dan Mahasiswa Doktor Administrasi Publik Universitas Diponegoro)

Terbatasnya Kewenangan Pemda
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, kewenangan pemerintah daerah terbatas pada urusan pemerintahan konkuren yang diberikan oleh undang-undang.

Urusan pemerintahan konkuren baik yang berkaitan dengan pelayanan dasar maupun yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2014, berimplikasi pembebanan pada belanja daerah.

Untuk menutup hal tersebut (beban belanja daerah pada pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren) Pemda diberikan hak untuk mendapatkan pendapatan asli daerah (PAD) baik pajak daerah maupun retribusi daerah.

Sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Selain itu, Pemda juga berhak mendapat dana transfer (transfer ke daerah) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Jo Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.

Pemda juga dapat memperoleh pinjaman, hibah, dana darurat, dan/atau insentif fiskal baik dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah lainnya.

Baca Halaman Selanjutnya..

Pasal 14 UU Nomor 23 tahun 2014 menjadi hal yang membatasi pemerintah daerah untuk melakukan tindakan eksploratif serta membatasi untuk mendapatkan pendapatan daerah selain yang telah ditentukan dalam UU Nomor 1 Tahun 2022.

Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi (Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 23 tahun 2014).

Namun delegasi kewenangan ke pemerintah daerah provinsi sangat terbatas. Apalagi pemerintah kabupaten/kota, sama sekali tidak memiliki kewenangan kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral.

Sehingga, selain pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren, pemerintah daerah lebih menitikberatkan pada kewenangan yang didelegasikan dalam kerangka desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Dalam kerangka dekonsentrasi, gubernur adalah wakil pemerintah pusat. Dalam kerangka desentralisasi, gubernur dan bupati/walikota adalah penanggung jawab urusan pemerintahan umum di daerah.

Dalam kerangka tugas pembantuan, Kementerian/lembaga dapat memberikan penugasan kepada pemerintah daerah, sebagian yang telah menjadi tanggung jawab Kementerian/lembaga.

Dalam urusan bidang kehutanan, pemerintah kabupaten/kota hanya diberikan kewenangan pengelolaan taman hutan raya kabupaten/kota (Pasal 14 ayat (2) UU Nomor 23 tahun 2014).

Baca Halaman Selanjutnya..

Dalam urusan bidang kelautan, pemerintah daerah (khususnya pemerintah provinsi) hanya diberikan kewenangan dalam batas 12 mil dari garis pantai. Pemerintah kabupaten/kota tidak diberikan kewenangan di bidang kelautan.

Dalam urusan bidang energi dan sumber daya mineral, seluruhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat, kecuali yang ditentukan dalam undang-undang Nomor 23 tahun 2014 dan undang-undang yang lain.

Pengecualian tersebut diberikan pada dua hal:

1) Pemerintah provinsi diberikan kewenangan berkaitan dengan mineral bukan logam, mineral bukan logam tertentu, dan bebatuan;

2) Pemerintah kabupaten/kota diberikan kewenangan berkaitan dengan pemanfaatan langsung panas bumi dalam wilayah kabupaten/kota berkenaan.

Kewenangan pemerintah daerah pada ekonomi sumber daya alam (SDA) sangat terbatas. Namun, tidak berarti pemerintah daerah tidak dapat berbuat.

Pemerintah daerah dapat melakukan tiga hal:

1) menjadikan BUMD sebagai pelaku usaha di sektor SDA, 2) mendorong investor untuk tertarik berusaha di sektor SDA, dan 3) berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk memastikan sharing profit pada dana bagi hasil cukup menguntungkan Pemda.

Optimalisasi Potensi Tambang, Laut, dan Perikanan Maluku Utara

Sebagai bagian dari penerapan Peraturan Pemerintah nomor 96 tahun 2O21 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Presiden menerbitkan Peraturan Presiden nomor 55 tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Baca Halaman Selanjutnya..

Dengan Perpres nomor 55 tahun 2022, kewenangan pemberian izin pertambangan mineral non logam yang sebelumnya berada pada pemerintah pusat, sebagiannya didelegasikan ke pemerintah provinsi (Pemprov).

Pemerintah provinsi berwenang memberikan sertifikat standar kegiatan usaha jasa di bidang pertambangan, izin usaha pertambangan (IUP), pembinaan, dan pengawasan pelaksanaan perizinan dengan ketentuan batasan;

1) terbatas pada mineral bukan logam, mineral bukan logam tertentu, dan bebatuan, 2) dalam rangka penanaman modal dalam negeri (PMDN), 3) berada dalam 1 (satu) daerah provinsi, dan 4) dalam hal mencapai wilayah laut, maksimum sampai 12 mil laut dari garis pantai.

Selain itu, Perpres nomor 55 tahun 2022 mendelegasikan kewenangan lainnya pada pemerintah provinsi, meliputi: 1) Surat izin Penambangan Bebatuan (SIPB) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR), 2) Izin pengangkutan dan penjualan untuk komoditas mineral bukan logam, mineral bukan logam tertentu, dan bebatuan.

3) Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) untuk satu daerah provinsi, 4) IUP untuk penjualan komoditas mineral bukan logam, mineral bukan logam tertentu, dan bebatuan.

Kewenangan sumber daya mineral yang didelegasikan kepada pemerintah provinsi seyogyanya dimanfaatkan dengan membangun tata kelola pertambangan non logam secara baik.

Pemprov mendorong penelitian dan pengembangan pertambangan mineral non logam, usaha pengangkutan, serta membuka kanal penjualannya.

Baca Halaman Selanjutnya..

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, kewenangan pemerintah provinsi di sektor kelautan diperluas, di mana sebelumnya pada area 4-12 mil dari garis pantai, menjadi 0-12 mil dari garis pantai.

Kewenangan pemerintah provinsi atas laut dihitung dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan.

Perluasan kewenangan pemerintah provinsi seyogyanya dimanfaatkan oleh pemerintah provinsi untuk membangun tata kelola perniagaan perikanan budidaya dan tangkap di area 0-12 mil dari garis pantai.

Salah satunya adalah membangun ekosistem niaga sebagai suatu siklus mulai dari produksi, pengolahan hasil, hingga distribusi dan pemasarannya.

Sehingga kewenangan pemerintah kabupaten/kota di sektor perikanan hanya di daratan atau dari garis pantai ke arah daratan atau pulau dalam satu wilayah kabupaten/kota.

Pemerintah kabupaten/kota seyogyanya lebih menitikberatkan pada sektor perikanan budidaya di darat. Kita ketahui bersama, bahwa harga ikan air tawar di Maluku Utara sangat mahal, karena kelangkaan produksi.

Ikan air tawar didatangkan dari daerah atau provinsi lain. Apabila, pemerintah kabupaten/kota mendorong para investor mengembangkan perikanan budidaya ikan air tawar tentunya akan meningkatkan supply dan menurunkan harga ikan air tawar.

Baca Halaman Selanjutnya..

Tujuan paling utama dari budidaya ikan air tawar adalah mencukupi kebutuhan gizi masyarakat khususnya sumber protein.

Berdasarkan Perpres Nomor 40 Tahun 2022 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Laut Maluku, Kawasan antar wilayah laut Maluku mesti menjadi perhatian pemerintah provinsi Maluku Utara.

Maluku Utara memiliki perairan laut yang bersinggungan langsung dengan empat Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), yaitu WPP 714, WPP 715, WPP 716, dan WPP 717.

Dengan perhatiannya, pemprov diharapkan peduli pada potensi pemanfaatan Kawasan antar wilayah laut Maluku untuk peningkatan perekonomian masyaralat Maluku Utara.

Kewenangan perizinan dan pengawasan berada pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sehingga, pemerintah daerah diharapkan dapat mendorong investor, yang usahanya beroperasi di Kawasan antar wilayah laut Maluku, untuk memprioritaskan tenaga kerja dari Maluku Utara.

Sebagai contoh, penulis mendapatkan informasi dari penyuluh perikanan bahwa di wilayah Maluku Utara diperkirakan sebanyak ratusan ton sumber daya ikan dikirim ke luar Maluku Utara setiap bulannya.

Ikan tangkap yang diperoleh oleh para pelaku usaha perikanan tangkap yang beroperasi di luar batas 12 mil laut Maluku Utara sangat besar, namun tidak tercatat sebagai hasil sumber daya ikan Maluku Utara.

Baca Halaman Selanjutnya..

Hal tersebut karena sumber daya ikan tersebut dicatat di Pelabuhan perikanan homebase kapal-kapal besar di atas 30 Gross Tonnage (GT).

Apabila pemerintah daerah di Maluku Utara dapat menginisiasi BUMD menjadi pelaku usaha perikanan tangkap dengan kapal di atas 30 GT dengan jangkauan yang luas, dan homebase Pelabuhan perikanan berada di Maluku Utara, akan membuat catatan produksi ikan Maluku Utara cukup besar.

Tidak hanya soal catatan di Satu Data KKP, tetapi tujuan pemda untuk mensejahterakan masyarakat Maluku Utara dapat terpenuhi.

Terdapat tiga ikan yang memiliki nilai jual tinggi dan tersedia melimpah di Kawasan laut antar wilayah yang menempel wilayah Maluku Utara, yaitu ikan tuna, ikan cakalang, dan ikan lajang.

Tentunya hal tersebut menjadi potensi yang baik apabila Pemda dapat memotivasi pelaku usaha lokal. Meskipun perizinannya berada di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Dari sisi pendapatan daerah, pemprov juga dapat mendapatkan pendapatan dari perizinan operasi kapal di bawah 30 GT, yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi.

Optimalisasi Pendapatan Daerah pada APBD

Keterbatasan kewenangan di sektor SDA tidak menghalangi Pemda mendapatkan pendapatan daerah dari sektor SDA. Sehingga, Pemda tidak hanya berfokus pada objek pejak daerah dan retribusi daerah yang diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD.

Baca Halaman Selanjutnya..

Salah satu upaya Pemda adalah menerapkan sedikit kewenangan di sektor pertambangan bukan logam dan tambang bebatuan, sektor kelautan di antara 0-12 mil laut dari garis pantai, sektor perikanan di darat.

Sektor perikanan di antara 0-12 mil laut dari garis pantai, serta mendorong BUMD dan pelaku usaha lokal untuk memanfaatkan Kawasan laut antar wilayah.

Salah satu pendorong pelaku usaha perikanan berusaha di Maluku Utara adalah ketersediaan Pelabuhan perikanan dan cold storage yang memadai. Untuk itu, belanja daerah seyogyanya difokuskan pada infrastruktur penunjang investasi di Maluku Utara.

Sebagai contoh kecil adalah perikanan rumpon di wilayah antara 0-12 mil laut dari garis pantai. Pemerintah provinsi dapat membangun tata kelola niaga yang baik pada budidaya ikan laut di rumpon yang tersebar di perairan pantai antara 0-12 mil laut dari garis pantai.

Perizinan, pengawasan, dan memfasilitasi cold storage, mendorong investasi industri pengolahan hasil, serta distribusi dan pemasarannya.

Last but not least, Pemda seyogyanya tidak terlalu memfokuskan pada pendapatan daerah di APBD semata, namun lebih memfokuskan pada upaya meningkatkan ekonomi masyarakat dari keunggulan mutlak (absolute advantage) yang dimiliki Maluku Utara, yaitu pertambangan, kelautan, dan perikanan.

Setelah ekonomi meningkat, maka otomatis pendapatan daerah paad APBD juga akan meningkat. Meskipun demikian, secara berkelanjutan belanja produktif di APBD harus terus diprioritaskan dengan tetap menjaga efisiensi pada belanja konsumtif. (*)

Exit mobile version