Site icon MalutPost.com

Pesan untuk Pemimpin Baru

Oleh: Ati’ah Dyah Lestari
(Statistisi Ahli Muda BPS Kota Ternate)

Pelantikan Kepala Daerah serentak berlangsung pada Kamis (20/2/2025). Sebanyak 481 pasangan kepala daerah terpilih dalam Pilkada 2024 telah dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta. Kepala daerah yang dilantik adalah gubernur-wakil gubernur, wali kota-wakil wali kota, dan bupati-wakil bupati.

Usai dilantik, kepala daerah yang sudah dilantik akan mengikuti pembekalan di Akademi Militer, Magelang pada 21-28 Februari 2025. Selama di sana, kepala daerah ini akan mendapatkan pembekalan materi dari beberapa menteri Kabinet Merah Putih, pengajar Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), KPK, BPK, BPKP, Polri, dan TNI.

Setelah mengikuti pembekalan ini seluruh kepala daerah yang baru terpilih akan ke daerah masing-masing untuk memulai langkah baru melaksanakan tugas dalam memimpin.

Memimpin adalah Menderita

Een Leidersweg is een lijdensweg. Leiden is lijden. Jalan memimpin bukan jalan yang mudah. Memimpin itu menderita. Pepatah ini disampaikan oleh tokoh Muhammadiyah Kasman Singodimedjo saat mengunjungi rumah KH Agus Salim di Jakarta pada tahun 1925.

Kasman menyampaikan pepatah ini untuk menggambarkan kehidupan Agus Salim yang penuh penderitaan dan kesahajaan. Pepatah ini juga dikutip oleh Mohammad Roem dalam karangannya berjudul “Haji Agus Salim, Memimpin adalah Menderita”. Karangan ini mengisahkan keteladanan Agus Salim.

Pepatah ini punya makna lebih luas dari kesederhanaan hidup. Boleh jadi, maknanya adalah proses menjadi seorang pemimpin terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk.

Baca Halaman Selanjutnya..

Bisa juga maknanya adalah tipikal kekuasaan politik yang menghidupi mimpi-mimpi Mohammad Hatta tentang “negara pengurus”, yang berisikan pemimpin dan aparatur yang bermental sebagai pelayan rakyat. Bukan kekuasaan politik ala zaman feodal: rakyat melayani pemimpin.

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Muslim). Hadits ini menegaskan bahwa kepemimpinan adalah tanggung jawab besar, amanah yang berat sekaligus mulia.

Seorang pemimpin harus memiliki visi yang jelas, serta kemampuan untuk mengambil keputusan yang bijaksana dan adil. Kepemimpinan bukan hanya soal posisi atau jabatan yang memberikan kekuasaan. Ia harus memastikan setiap keputusannya membawa manfaat dan kesejahteraan bagi masyarakat yang dipimpinnya.

Pemimpin adalah pelayan masyarakat, bukan penguasa yang hanya mencari keuntungan pribadi. Amanah ditujukan kepada para pemimpin dan merupakan perintah bagi mereka untuk melaksanakan tugas yang telah menjadi tanggungjawabnya.

Betapa tidak, pemimpin sejati adalah dia yang rela mengabdikan dirinya, tenaganya, dan waktunya demi kepentingan masyarakatnya.

Pemimpin tak seharusnya hanya berorientasi untuk merebut kontrol atau akses pada kekuasaan dan sumber daya negara. Integritas Pemimpin menjadi taruhan. Korupsi Kolusi Nepotisme wajib diberantas dan ditindak keras.

Bahkan rangkap jabatan seharusnya dilarang keras seperti pejabat negara menduduki/punya kedudukan di perusahaan berorientasi bisnis. Dimana jika disalahgunakan oleh pemimpin, akses dan kontrol terhadap jabatan publik dan otoritas negara akan menjadi penentu utama bagaimana kekayaan pribadi diakumulasi dan didistribusikan.

Baca Halaman Selanjutnya..

Penyelenggaraan pemerintahan dan kebijakannya dikendalikan segelintir elite dan digunakan untuk melayani kepentingan segelintir elite itu. Ini bukan isapan jempol belaka.

Di Indonesia, jarang terjadi pejabat negara menyusut kekayaannya selama dan setelah ia menjabat. Yang terjadi, kekayaannya menumpuk berkali-kali lipat selama dan sesudah menjabat.

Pemimpin baru adalah harapan baru. Rakyat begitu merindukan sosok pejabat seperti Mohammad Hatta, yang ketika tak lagi menjabat justru kesulitan membayar tagihan listrik demi memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Bung Hatta hanya bersandar pada honor tulisan-tulisannya.

Tidak ada sosok Haji Agus Salim, yang rela memakai jas penuh bekas jahitan istrinya. Atau Mohammad Natsir, tokoh yang pernah menjabat Perdana Menteri RI, sering menggunakan jas tambalan.

Jaksa berintegritas seperti Baharuddin Lopa dan polisi jujur seperti Hoegeng Iman Santoso. Kalau kita mau mengembalikan politik ke khittahnya, sebagai wahana memperjuangkan kebaikan bersama, maka jalan pemimpin adalah: memimpin untuk menderita.

Semoga Allah senantiasa memberikan kita pemimpin-pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab, serta selalu menjaga kita dari kepemimpinan yang zalim dan tidak adil. (*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Jumat, 21 Februari 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/02/jumat-21-februari-2025.html

Exit mobile version