Oleh: Tauhid Arief
Retret para kepala daerah yang dilaksanakan sesuai keinginan Presiden Prabowo telah menimbulkan dua kali kegaduhan. Kegaduhan pertama, munculnya edaran dari Kemendagri yang sifatnya wajib.
Yakni, kewajiban para kepala daerah yang akan mengikuti retret untuk menyetor uang pendaftaran Rp2.750.000 per hari/ per peserta. Retret akan berlangsung selama 6 hari. Artinya setiap peserta wajib membayar 22 juta sebagai uang pengganti pembelian seragam, akomodasi dll.
Kewajiban ini kemudian munculkan kegaduhan, sehingga Mendagri kembali mengeluarkan edaran yang intinya menganulir biaya pendaftaran peserta.
Sebaliknya semua biaya yang timbul dalam pelaksanaan retret di markas AKMIL Magelang, menjadi tanggungan Kemendagri yang anggarannya bersumber dari APBN.
Teraktual, muncul kegaduhan kedua, berupa instruksi dari Ketua Umum PDIP Megawati Sukarno Putri. Inti instruksi yang dikeluarkan dalam bentuk surat dan ditandatangani Putri Soekarno itu, yakni; melarang para kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota) dari PDIP untuk ikut retret di Magelang.
Instruksi ini hanya beberapa saat setelah Sekjen PDIP Hasto dijebloskan ke sel tahanan oleh KPK. Sejak awal, sejak kasus Harun Masiku mencuat, memang banyak yang pesimis akan masuk dalam proses hukum. Meski orang-orang KPU sudah dipenjara, namun Harun Masiku dan Hasto “enggan” disentuh.
Sampai saat ini, Masiku belum berhasil ditangkap. Di era Pemerintahan Jokowi, Polisi dan KPK yang dilengkapi fasilitas canggih pun tak mampu menemukan sosoknya.
Baca Halaman Selanjutnya..
Dalam kepengurusan Baru KPK yang hampir berbarengan dengan kepemimpinan pemerintahan baru, tiba-tiba kasus Masiku mencuat lagi. Tidak hanya Masiku, Nama Hasto, Sekjen PDIP pun terseret kencang.
Saat nama Hasto dipanggil KPK untuk diambil keterangannya, pria berkacamata itu mengeluarkan ancaman akan membuka borok-borok rezim Jokowi.
Bahkan, dokumen Borok era Jokowi sudah diamankan ke rusia oleh Conny Bakrie, yang juga dikenal sebagai pengamat milter, dan kebetulan mengajar di sejumlah perguruan tinggi di Rusia.
Instruksi Megawati yang melarang kadernya mengikuti retret kemudian menimbulkan asumsi. Pelarangan ini bisa dianggap bentuk sikap emosional Megawati atas penahanan Hasto tanpa lahir dari pemikiran komprehensif.
Alasannya, pelarangan ini tidak bisa dimaknai sebagai sikap oposan. Justru, lebih pas dianggap sebagai sikap pembangkangan. Mengapa? Karena retret yang dilaksanakan Prabowo lebih pada “cara mendidik” kepala daerah untuk persiapan menjalankan kepemimpinan di daerahnya masing-masing.
Makanya perlu ‘di-charge’ dalam bentuk lain dari biasanya. Biar menyatu dengan sistem dan pola yang akan dilakukan dan dijalankan rezim Prabowo.
Tentu “resep” retret ini belum bisa dicampuri oleh pihak lain, atau oposan sekalipun. Berbeda misalnya, bila rezim Prabowo akan membuat produk baru yang bersentuhan dengan kepentingan publik/ persoalan rakyat. Misalnya, persoalan regulasi, aturan, UU atau kebijakan lain yang bersentuhan dengan kepentingan rakyat.
Baca Halaman Selanjutnya..
Partai atau pimpinan partai yang telah mengambil sikap sebagai oposisi, justru sangat diperlukan untuk mengkritisi atau menentang dan menolak keinginan pemerintah. Bentuk penolakan ini sah-sah saja dalam pemerintahan negara sepanjang ada alasan yang argumentatif.
Karenanya, PDIP yang melarang kadernya mengikuti retret, lebih dimaknai sebagai sikap pembangkangan. Bisa dianggap ini adalah kewenangan vs kepentingan. Di satu sisi, kegiatan retret adalah kewenangan Presiden Prabowo, di sisi lain, instruksi Megawati lebih kepada kepentingan partai (Megawati).
Lantas apakah instruksi ini sepenuhnya akan dipatuhi kader PDIP?
Di Maluku Utara sendiri, ada nama Muhammad Sinen, yang juga Ketua DPD PDIP Malut yang ikut dalam barisan peserta retret. Lantas akankah Ayah Erick — sebutan nama lain Muhammad Sinen– akan patuh kepada Presidennya, atau patuh kepada Ketua Umum partainya.
Yang pasti, Walikota Tidore ini dalam mengambil sikap akan menghadapi persoalan dilematis. Ikut atau tidak ikut, tetap akan masuk ke jurang pembangkangan.
Tinggal dilihat saja: membangkang pada presiden Prabowo lantaran tak ikut retret atau membangkang pada Megawati karena ikut retret (*)
Wartawan Malut Post