Site icon MalutPost.com

Kehendak Kampus Merusak Ekologi

Oleh: Muhammad Hatta Abdan
(Sekretaris Jendral Badan Eksekutif Mahasiswa FKIP Unkhair Ternate)

Kehancuran ekologi dan perampasan ruang hidup rakyat di negeri ini makin subur, berbagai macam kebijakan yang dikerahkan oleh negara menjadi pangkal hancurnya ekologi dan ekosistem.

Proyek Strategis Nasional (PSN), Food Estate, dan Hilirisasi Nikel yang digerakan oleh negara dengan kedok pertumbuhan ekonomi rakyat justru menjadi momok yang teramat masif dalam menjarah, merampas, dan meminggirkan masyarakat dari hak tanahnya.

Potret ini hampir di sepanjang hari terjadi di berbagai daerah di Indonesia, perampasan ruang hidup yang masif dan petani-petani yang harus menjerit oleh intimidasi keras yang dilakukan oleh aparat secara paksa dari tanahnya.

Industri ekstraktif berwatak kapitalis ini adalah bahaya yang hari ini juga turut dilindungi oleh negara, puluhan perusahaan yang ada di berbagai daerah dan kabupaten nyatanya tak bisa menjadi tumpuan penuh bagi rakyat.

Keuntungan dan hasil-hasil alam yang diperoleh hanya berkutat pada kantong-kantong oligarki, dan kita hanya dapat menikmati bencana alam yang terjadi, mulai dari banjir, longsor, dan lain-lain.

Industri pertambangan seperti di Papua, Morowali, Kalimantan, Maluku Utara, dan di daerah-daerah lain selalu memberikan kita dampak-dampak yang sangat berbahaya bagi keberlanjutan kehidupan.

Baca Halaman Selanjutnya..

Tercemarnya laut sungai, menipisnya hutan, dan kerusakan lingkungan hidup serta hilangnya ruang hidup rakyat adalah fenomena yang alpa sebagai masalah urgen di isi kepala negara.

Mereka hanya peduli tentang untung dan kuasa, kita akan selalu disuguhi oleh kerusakan-kerusakan yang mereka lahirkan sendiri, untuk itu, dalam hal ini, kita mesti berani ambil langkah dan nyatakan penolakan kita pada segala aktivitas kerakusan ini.

Tambang tak benar-benar jadi rumah yang diharapkan, selama yang berhimpun di dalamnya itu masih adalah mereka yang berwatak kapitalis, yang mengeksploitasi tenaga buruh dan ruang hidup rakyat untuk kepentingannya sendiri.

Ditulisan kali ini, penulis hendak mengangkat satu isu yang hangat dibahas oleh berbagai kalangan akhir-akhir ini, yakni isu soal rencana yang tertuang dalam revisi UU Mineral dan Batubara yang ditetapkan sebagai usulan inisiatif dari DPR RI pada Kamis (23/01/2025).

Di beberapa kampus di Indonesia yang berkehendak untuk mengelolah tambang, termasuk kampus di Maluku Utara, yaitu Universitas Khairun Ternate.

Kehendak kampus untuk turut mengelolah tambang di negeri ini mendapat beragam respos dari berbagai kalangan aktivis maupun akademisi, banyak yang menilai untuk apa kampus mengelolah tambang.?, Kan tanggung jawab kampus adalah untuk menjadi mesin pencetak pikiran-pikiran cerdas untuk dapat terlibat dalam kemajuan bangsa, bukan malah jadi mesin perusak bumi.

Juga ada respon yang menganggap bahwa pemberian izin tambang oleh pemerintah ini harus diterima dan dimanfaatkan untuk pembiayaan setiap  kampus.

Baca Halaman Selanjutnya..

Namun dalam hal ini, kita mesti jujur dan berbicara sesuai dengan realitas objektif hari ini, bahwa yang disuguhkan oleh pertambangan mana pun bukanlah kemajuan ekonomi rakyat, kesejahteraan buruh, atau pun ramah pada lingkungan.

Akan tetapi justru yang terjadi adalah kehancuran beruntun ekologi dan berbagai macam upaya negara yang mendepak para petani dari ruang hidupnya.

Inilah yang selama ini dilakukan oleh pertambangan di berbagai daerah di Indonesia, dan bila kampus tetap teguh untuk turut terlibat dalam aktivitas pertambangan.

Maka kehancuran lingkungan hidup dan masa depan untuk keberlanjutan kehidupan manusia dengan alam akan kian terancam, pun dengan cita-cita kampus yang sejatinya adalah untuk memajukan ilmu pengetahuan dan melahirkan sumber daya manusia yang unggul akan mandek.

Keputusan beberapa kampus di Indonesia yang setuju dengan usulan mengelolah tambang telah mencerminkan keberpihakan mereka pada oligarki dan korporasi, kampus atau perguruan tinggi yang seharusnya menjadi ruang tersebarnya ilmu pengetahuan dan mengimplementasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi telah berbelok arah.

Kampus seolah hendak menjadi pengusaha besar seperti kumpulan kawanan oligarki yang meraup untung di setiap detik dengan mengeruk sumber daya alam.

Kapitalisme nampak menguat, berbagai upaya untuk menguasai segala hal di semua sektor kian melebar, di ruang akedemik seperti kampus telah menjadi bukti kongkrit betapa serakahnya negara untuk merenggut hak-hak rakyat.

Baca Halaman Selanjutnya..

Isu kampus kelolah tambang telah dikecam oleh beberapa kalangan seperti yang penulis kutip di ANTARA dengan judul “Dr Karlina Supelli sebut Perguruan Tinggi Tidak Berwenang Urus Tambang”, Filsuf sekaligus Direktur Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat itu  mengatakan bahwa tujuan pendidikan itu jelas sesuai dengan tridharma perguruan tinggi, dan pengelolaan seperti usaha-usaha ini tidak masuk.

Ia juga khawatir independensi lembaga pendidikan semakin goyah sehingga sulit menjalankan peran pengawasan kinerja pemerintah, “Saya akan mengajak masyarakat warga mendukung perguruan tinggi, mendukung mahasiswa, dan para dosennya untuk menolak ini karena resikonya, konsekuensi terlalu besar.

Penolakan kampus kelolah tambang juga datang dari seorang rektor di Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta, Fathul Wahid, yang mengatakan bahwa kampus sejatinya adalah gerbang keilmuan yang seharusnya netral. Ia bersikeras untuk untuk menolak pemberian izin usaha pertambangan ini, (CNN Indonesia).

Ragam pro kontrak dalam polemik ini datang dari berbagai macam kalangan, mulai dari aktivis, akademisi, LSM dan lain-lain. Namun, kita mesti melihat ini sebagai satu problem yang akan membahayakan bukan saja masa depan lingkungan hidup, tapi juga eksistensi perguruan tinggi kita.

Seperti yang penulis kutip dalam Muslimah News, WALHI, BEM Seluruh Indonesia (BEM SI), dan JATAM rupanya hampir sependapat dengan usulan IUP yang akan dimuarakan di beberapa kampus di Indonesia, bahwa kampus atau perguruan tinggi tak mesti terlibat dalam aktivitas pertambangan.

Sebab pemberian izin ini akan memberangus pemikiran kritis perguruan tinggi. Usulan bagi kampus untuk juga turut mengelolah tambang telah menuai kata setuju dari beberapa kampus, salah satunya Universitas Khairun Ternate, rektor telah menyetujui usulan ini lewat statemennya yang penulis baca di Malut Post Minggu kemarin.

Baca Halaman Selanjutnya..

Tentu, kita semua tahu masalah-masalah bangsa yang paling krusial di akhir-akhir ini, selain terblokirnya kran demokrasi, juga industri hilirisasi nikel yang selalu diarahkan di wilayah Indonesia Timur seperti Papua, Morowali, dan Maluku Utara.

Khususnya di Maluku Utara, di Halmahera Tengah, Halmahera Selatan, dan Halmahera Timur, tiga wilayah yang sedang dalam gempuran tambang perusak ekologi, dan perampas ruang hidup warga.

Universitas Khairun pasti tahu soal ini, soal masyarakat Sagea yang kehilangan mata air, juga masyarakat Lelilef yang selalu dihampiri banjir, atau pula Masyarakat Obi Kawasi dan Buli yang kehilangan mata pencaharian sebagai nelayan.

Jadi, penulis pikir, sikap setuju yang telah dikeluarkan ini perlu untuk dipertimbangkan kembali, bahwa ada yang lebih harus diutamakan dan diselamatkan melalui suara kampus, yakni kerusakan lingkungan yang terjadi di Maluku Utara dan di bangsa ini.

Akhir dari tulisan ini, penulis hendak sampaikan, bahwa perguruan tinggi bukan ruang adanya bisnis antara birokraso akademik dengan oligarki negara, kampus harus jadi rumah keilmuan bagi siapa pun untuk mengasah potensi pikirannya.

Bila ada paksaan untuk menerima usulan ini dengan dasar dapat menambah biaya kebutuhan kampus, maka penulis pikir ini adalah kekeliruan dan kecacatan berpikir yang mesti dibatalkan dengan interupsi orasi, atau pun menulis sebagai bentuk perlawanan.

Tambang bukan solusi atas kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat selama sistem dan corak produksinya masih dikuasai oleh segelintir orang, kami bersatu menolak tambang demi masa depan anak cucu.

Sekali lagi, kampus tak boleh mengamini kerusakan lingkungan dan perampasan ruang hidup hari ini dengan menerima IUP yang diusulkan, jangan.!!
Sekian, selamat membaca.!! (*)

Exit mobile version