Ternate, malutpost.com — Sebanyak 12 kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara (Malut) belum kelar.
Kejati Malut juga tidak menginformasikan progres penanganan belasan kasus tersebut selama tahun 2024. Hal ini menimbulkan keraguan publik atas kinerja tim penyidik di lembaga adhyaksa itu.
“Agak aneh, baru kali ini Kejati Malut tertutup dan tidak berani menyampaikan hasil kinerja selama setahun. Padahal Kepala Kejaksaan sebelumnya selalu menyampaikan progresnya. Kalau sudah tertutup, berarti patut dipertanyakan,” kata Praktisi Hukum Maluku Utara, Bahtiar Husni, Kamis (9/1/2025).
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Malut itu menyebut, kasus yang belum menemui titik terang diantaranya dugaan korupsi anggaran Makan minum (Mami) dan perjalanan dinas sekretariat Wakil Kepala Daerah (WKDH) Pemprov Malut.
Kemudian, dugaan korupsi pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TTP) ASN dan non-ASN di Rumah Sakit Umum Daerah (RUSD) Chasan Boesoirie Ternate, serta beberapa kasus Tipikor lainnya.
“Kalau kasus Mami dan WKDH itu alasan Kejati tunggu hasil audit tetapi sampai sekarang tidak jelas, begitu juga dengan kasus korupsi yang lain,” tukas Bahtiar.
Untuk itu Dia meminta harus ada evaluasi kepada penyidik untuk mengetahui sejauh mana kasus-kasus tersebut ditangani.
“Karena publik juga mengawal ini, jadi Kejati harus terbuka dalam penanganan kasus-kasus korupsi,” tandas Bahtiar.
Sebelumnya, Herry Ahmad Pribadi, selaku Kajati Malut pernah bersikap dalam hal penanganan kasus korupsi pasca memegang tongkat Kejati Malut dari Budi Hartawan Panjaitan, pada 13 Juni 2024.
Saat itu, Herry Ahmad Pribadi mengaku siap menangani berbagai kasus korupsi yang ditinggalkan pejabat sebelumnya.
“Pada garis besarnya, saya selaku Kajati baru, akan meneruskan pekerjaan yang sudah dilakukan pejabat sebelumnya,” tegasnya saat itu.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Malut, Richard Sinaga mengatakan, penanganan kasus pastinya tetap diproses. Termasuk kasus Mami dan WKDH. Kasus-kasus tersebut sementara dalam penyidikan.
“Masih penyidikan. Nanti kita sampaikan lagi,” singkat Richard.
Berikut deretan 12 kasus dugaan tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Kejati Malut:
Baca halaman selanjutnya..
1. Kasus dugaan korupsi anggaran Makan minum (Mami) dan perjalanan dinas sekretariat Wakil Kepala Daerah (WKDH).
Kasus tersebut melekat di sekretariat WKDH Maluku Utara tahun 2022 senilai Rp13,8 miliar.
Saat ini, kurang lebih 20 orang saksi sudah dimintai keterangan dan penyidik Kejati Malut juga sudah menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK-RI.
2. Kasus penggunaan dana pinjaman, Pemkab Halmahera Barat TA 2017 senilai Rp 159,5 miliar.
Dimana anggaran TA 2017 itu, bersumber dari pinjaman ke Bank Maluku-Maluku Utara. Hingga saat ini, 10 orang diperiksa sebagai saksi oleh Tim Penyidik Pidsus.
Kasus tersebut saat ini telah resmi ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Bahkan Sekda Halmahera Barat, M Syahril Abd Radjak dan juga mantan Staf BPKD Halmahera Barat, Asri Syais ikut diperiksa dalam kasus ini.
3. Kasus dugaan korupsi pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TTP) ASN dan non-ASN di Rumah Sakit Umum Daerah (RUSD) Chasan Boesoirie Ternate.
Dalam menangani kasus ini, sudah 23 orang dimintai keterangan, termasuk mantan Direktur RSUD Chasan Boesoirie, dr. Samsul Bahri dan Wakil Direktur (Wadir) RSUD Chasan Boesoirie, Fatimah Abas.
Pemotongan TPP selama 15 bulan itu milik para dokter, perawat, ASN dan non ASN yang bertugas di Rumah Sakit milik Pemprov Maluku Utara dengan temuan, tunggakan capai Rp 200 M lebih yang sementara diaudit.
4. Kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Halmahera Selatan yang menelan anggaran sebesar Rp 109 miliar.
Proyek tersebut mulai dikerjakan pada tahun 2016 dan diperkirakan selesai 2021. Untuk kasus ini Kejati masih menunggu penghitungan kerugian negara, dari BPKP.
Berdasarkan dokumen kontrak pekerjaan Masjid Raya Halmahera Selatan tahun 2016 dianggarkan kurang lebih Rp50 miliar.
Tetapi, dalam perjalanan terjadi refocusing sehingga tersisa Rp29 miliar, begitu juga dianggarkan pada tahun 2017 dan 2018 masing-masing Rp 29miliar sekian yang dikerjakan oleh PT Bangun Utama Mandiri.
Pada tahun 2019 dikerjakan oleh perusahan berbeda yaitu, CV Minanga Tiga Satu, dengan anggaran Rp9 miliar sekian.
Sedangkan, tahun 2021 dikerjakan oleh PT Duta Karya Pratama Unggul yang nilai anggarannya Rp11 miliar sekian.
Sehingga, proyek pembangunan Masjid Raya tersebut memakan anggaran Rp 109 miliar lebih.
Adapun, pekerjaan pembangunan Masjid Raya di Halmahera Selatan belum selesai dikerjakan sampai sekarang.
5. Kasus dugaan korupsi pengadaan dua kapal penangkap ikan (Billfish) milik Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku Utara.
Kedua kapal penangkap ikan itu yakni Billfish 01 dan Billfish 02 merupakan bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP RI.
Diserahkan melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku Utara pada 2017.
Pengadaan Billfish 01 dan Billfish 02 itu awalnya untuk mendukung event Widi International Fishing Tournament di Halmahera Selatan pada 2017.
Namun dengan syarat ketika event selesai, dua kapal itu diserahkan ke masyarakat yang tergabung dalam kelompok nelayan.
Namun hingga event selesai, kedua kapal itu tidak diserahkan ke kelompok nelayan.
Penyidik telah memeriksa sejumlah saksi terkait kasus pengadaan dua kapal penangkap ikan milik DKP Malut. pengadaan dua kapal oleh CV Mandiri Makmur itu bernilai kontrak Rp 5,9 miliar.
6. Kasus penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) 22 perusahaan di Maluku Utara.
Pada kasus ini penyidik sudah memeriksa Kepala Dinas PMPTSP Maluku Utara, Bambang Hermawan dan 5 orang lainya. Hingga saat ini kasus tersebut belum ada kejelasan.
7. Kasus dugaan korupsi anggaran Covid-19 di Dinas Sosial (Dinsos), Maluku Utara.
Penyelidikan kasus ini awalnya sesuai dengan nomor dan surat perintah (P-2) Print- 616/Q.2/Fd.2/06/2023.
Berupa kegiatan pengadaan bantuan sosial untuk anak yatim piatu, lansia dan difabel serta program jaring pengaman sosial senilai Rp 1.784.401.000 pada tahun 2020.
8. Kasus dugaan korupsi penyalahgunaan pengelolaan penyertaan modal PT Alga Kastela Bahari Berkesan oleh Pemkot Ternate dengan nilai capai Rp 1,2 miliar.
9. Kasus dugaan korupsi belanja bahan sembako atas kegiatan penyaluran paket bantuan terkait COVID–19 di Biro Kesra Pemprov Malut tahun anggaran 2020 senilai Rp8,3 miliar.
10. Kasus dugaan korupsi pengelolaan dana penyertaan modal dari Pemkot Ternate ke Bank BPRS Bahari Berkesan tahun 2016 – 2019 senilai Rp11 miliar.
11. Kasus dugaan korupsi pengadaan alat praktik dan peraga peserta didik SMKN 1 Pulau Morotai dan SMKN 4 Kota Ternate pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Malut 2022.
12. Kasus dugaan korupsi anggaran pelaksanaan STQ Nasional ke XXVI tahun 2021.
Agenda nasional yang digelar di Sofifi itu menelan anggaran Rp46 miliar. Diduga, ada indikasi korupsi sebesar Rp20 miliar, melekat pada tujuh kegiatan Biro Umum Sekretariat Daerah Pemprov Malut. (one)