Site icon MalutPost.com

Ini Empat Poin Pembelaan Terdakwa Muhaimin Syarif dalam Sidang di PN Ternate

Terdakwa Muhaimin Syarif usai jalani sidang Eksepsi. (Foto. Iwan/malutpost.com)

Ternate, malutpost.com — Tim penasehat hukum (PH) terdakwa Muhaimin Syarif menyampaikan 4 argumentasi hukum utama melalui eksepsi atau nota pembelaan terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Nomor: 68/Tut.01.04/24/09/2024.

Argumentasi hukum itu disampaikan oleh tim PH Muhaimin Syarif (MS) yang diketuai oleh Febri Diansyah dalam sidang perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) perkara 24/Pid.Sus-TPK/2024/PN Tte, dengan terdakwa Muhaimin Syarif di Pengadilan Negeri (PN) Ternate, Rabu (16/10/2024).

Di hadapan majelis hakim, Febri Diansyah menguraikan 4 argumentasi tersebut, yakni pertama, penetapan MS sebagai tersangka dan terdakwa dianggap tidak sah dan melanggar hukum pidana.

Kedua, dakwaan penuntut umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap (obscuur libel).

Ketiga, penuntut umum menafsirkan pasal suap secara berlebihan, sehingga terkesan hendak mengkriminalisasi perbuatan yang berada di ranah sosial keagamaan, seperti sumbangan yang diberikan terdakwa untuk pembangunan pesantren atau madrasah, perguruan tinggi agama dan pemberian dalam hubungan kekerabatan, tanpa dasar bukti yang kokoh.

Keempat, penuntut umum mencampur-adukan kapasitas Abdul Gani Kasuba sebagai Gubernur atau penyelenggara negara dengan kapasitas Abdul Gani Kasuba sebagai ulama dan pihak yang dituakan dalam keluarga, sehingga seperti menerapkan jurus “sapu-jagat” seolah semua pemberian pada Abdul Gani Kasuba adalah suap.

Baca Halaman Selanjutnya..

“Perlu kami (PH) sampaikan, kehadiran terdakwa (MS) dalam persidangan ini merupakan tindak lanjut dari laporan pengembangan penyidikan pada perkara AGK yang saat ini telah diperiksa, diadili dan diputus pada perkara terpisah,” kata Febri.

Menurut Febri, sebagai delik berpasangan, seharusnya pihak pemberi dan penerima suap diproses secara hukum. Karena dalam perkara a quo merupakan pengembangan dari penyidikan perkara AGK.

“Maka seharusnya sejak awal penyidik telah menemukan bukti permulaan yang cukup tentang keterlibatan terdakwa (MS) sebagai pemberi suap dan kemudian melanjutkannya dengan mencantumkan nama terdakwa sebagai salah satu pemberi suap pada dakwaan terhadap AGK,” tutur Febri.

“Jadi, setelah dicermati lebih lanjut, nama terdakwa tidak tercantum sebagai pihak pemberi suap pada dakwaan dalam perkara dugaan penerimaan suap oleh AGK,” Timpalnya dalam eksepsi.

Febri bilang, tidak masuk akal ketika terdakwa (MS) yang justru tidak disebut sebagai pemberi suap pada dakwaan terhadap AGK, kini dijadikan sebagai terdakwa serta dituduh memberikan suap ke AGK.

Sementara ratusan pemberi suap atau gratifikasi lain belum diproses secara hukum, seperti 461 transaksi yang dilakukan oleh 371 pihak pemberi dalam dakwaan suap dan gratifikasi terhadap AGK.

Baca Halaman Selanjutnya..

“Di lihat dari urutan waktu, dakwaan terhadap AGK dilakukan setelah terdakwa (MS) ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan pemberian suap ke AGK. Bagian ini sudah kami uraikan lebih rinci dalam eksepsi,” tegas Febri.

PH lain, Mustakim La Dee mengatakan, dalam eksepsi juga telah memberikan sejumlah catatan, jangan sampai pemberian sumbangan di pesantren maupun sekolah-sekolah dikategorikan suap.

“Jadi harus dipilah mana suap dan mana sumbangan. Tapi yang kami ingatkan, kalau soal sumbangan itu ranah keagamaan. Sehingga kami (PH) berharap di pembuktian nanti, harus lebih objektif dan seimbang. Sepenuhnya kami serahkan ke majelis hakim,” tandas Mustakim.

Setalah pembacaan eksepsi, ketua majelis hakim Rudi Wibowo menutup sidang dan akan melanjutkan pada 18 Oktober 2025 dengan agenda Replik atau jawaban JPU atas Eksepsi PH terdakwa Muhaimin Syarif. (one).

Exit mobile version