Site icon MalutPost.com

“Ada Hantu di Tabalik”

Oleh: Iksan Abd. Gani
(Owner Fase Almahera)

Aku dengar derap langkahmu, aku dengar desah nafasmu, kemudian detak jantungmu. Demikian panggalan lagu horor oleh Reka Putri, menggambarkan bahwa hantu selalu ada: menggoda, merayu dan menggigit. Entah itu di rumah, di gunung atau di jalan.

Hantu, demikianlah, mahluk ilusi, yang kali ini muncul secara nyata dan kejam, mencakar, melukai, lalu terbang mendayu-dayu–di tanjakan tabalik, sesaat setelah beberapa kecelakaan terjadi.

Maka tabalik karena itu, ialah sebutan tanjakan atau jalan, yang dialamatkan oleh masyarakat setempat. Nama itu muncul bukan tanpa sebab, sebabnya karena tanjakan demikian telah memakan korban jiwa, luka berat, luka ringan dan trauma ketakutan. Dari remaja, dewasa, hingga anak-anak turut merasa takut.

Ketakutan itu terlihat ketika tabalik; tabale, mengartikan terbalik; terkapar, jatuh, terguling. Dinobatkan kepada mobil dan sepeda motor yang sering terbalik, ketika naik dan hendak turun di tanjakan itu, kemudian terus menyisahkan kata; “ini tabalik kalau dong mau, dong bisa kase rata”, soalnya ini dekat deng perusahan tambang” Protes seorang kariawan tambang.

Tanjakan itu menjulang tinggi. Sangat dekat dengan tambang. Sedangkan tambang itu, dimana hasil bumi, uang dan pajak, kerap kali “membanjiri”. Dari hasil alam yang dikuras kian masif, ugal-ugalan dan tak peduli.

Di saat yang sama, banyak orang; kariawan tambang, masyarakat lokal, pemerintah desa, (tabale) dan luka-luka di ujung tanjakan tabalik, tepatnya di desa Lokulamo, Halmahera Tengah, Maluku Utara.

Luka dan trauma itu, demikian menyisahkan pertanyaan kecil. Ada apa dengan tanjakan itu? Dan kita “mungkin”, tidak sedang berbicara tentang program pemerintah terkait jalan raya. Itu bukan urusan kita.

Baca Halaman Selanjutnya..

Kita hanya berurusan dengan hantu. Hantu tabalik, yang selama ini membuat setiap orang ketika melalui tanjakan itu, kerap menahan nafas. Seperti takut akan hantu, dan itu, seolah siksa yang tertahan.

Antara hampir jatuh, sudah jatuh, menabrak, dan/atau tertabrak oleh mobil-mobil besar yang, mungkin saja “blong” di tengah tanjakan itu. Pada 2023  lalu, pengemudi dum truk, La Many La Inga,  terbalik akibat rem blong. La inga, tewas di tempat. Dia, meninggalkan anak dan istri di sisi jalan provinsi, jalan pemerintah.

Kejadian demikian sering terjadi akibat pengaruh hantu. Godaan dan bisikan hantu di tabalik, membuat kita, sesekali melihat spion, bahkan menengok ke belakang.

Lalu sangat cepat fokus ke depan. Kita, seakan berada pada menit dimana jantung, seperti diacak-acak oleh hantu. Sialnya ketika kita jatuh, hantu itu seperti nyata mencekik kita, menakuti; kemudian selanjutnya luka dan berdarah.

Luka dan darah seolah memberi sinyal yang kuat, bahwa hantu itu benar-benar nyata. Membunuh kapan saja. Menancapkan pisau pada dada pengendara, lalu melihat jantung dan hati yang sedang “berdebar kesakitan”.

Mematahkan tulang-tulang, mengupas kulit, lalu meremuk dan membungkus dalam bingkisan sebuah janji. Janji, dan juga kebohongan.

Yang diucapkan oleh anda, “pemerintah!”, sebagai “hantu” yang benar-benar nyata. Sangat nyata! Anda, bisa saja menyulap tabalik menjadi rata, sebelum atau sesudah, atau sebisa mungkin meminimalisir resiko kecelakaan, mencegahnya.

Baca Halaman Selanjutnya..

Jelas anda yang membuat tabalik, mengukir tanjakan itu. Sayangnya, ukiran demikian memantik rakyat celaka, terbalik. Lalu siapa yang salah? Hantu? atau anda?

Dalam beberapa bulan terakhir, sudah banyak mobil yang terjun bebas, setiap bulan sekitar 2-3 mobil yang terkapar(ada yang terbalik, rem blong, dan terjun di jurang. Lalu setiap hari sekitar 6-10 motor yang mengalami kecelakaan.

Kecelakaan itu kian meningkat tatkala hujan mengguyur. Tabalik menjadi teramat licin dan makin berbahaya. Ucap sedih seorang “relawan penyelamat” di tabalik.

Tabalik katakanlah menjadi akses utama, tanjakan penghubung para pengendara. Antara Weda, Lokulamo, Lelilef, Gemaf dll.  Tetapi tabalik seolah menjadi penentu antara selamat dan celaka.

Tabalik, ialah sebuah keluhan di atas jalan, di atas tebing, yang disulap menjadi “karya”. Karya, yang memantik aneka protes dari sebagian orang kecil, di pinggir jalan seraya memberi selembar uang untuk anda.

Tragedi tabalik jelas telah  membunuh banyak orang. Dari sekian kabar yang telah menyeruak, tentu sangat mungkin didengar dan diketahui pemerintah Halmahera Tengah, maupun pemerintah provinsi,  Tapi orang-orang ini semacam  tak peduli, tak ada hati. Akibat kecelakaan di tabalik, ada seorang pengendara yang kakinya hampir putus.

Baca Halaman Selanjutnya..

Sungguh miris!, pertanyaan kemudian muncul, jalan ini tara bisa dialihkan? Kenapa tanjakan ini talalu tinggi? Kiapa tarada pembatas jalan? Kiapa tarada pengaman di sisi tanjakan ini? Apa masyarakat dituntut untuk hati-hati? Sudah, masyarakat sudah sangat hati-hati.

Ataukah pemerintah dengan anggaran yang tersedia itu bisa menyulap untuk mengalihkan tanjakan ini? Atau, lebebae gusur gunung ini sudah, biar rata, biar lebe aman. Please!

Apa yang yang tidak bisa? Tentu sangat bisa. Toh, kariawan di sini banyak, berjumlah puluhan ribu, mereka dengan susah payah membayar pajak kerja, yang sangat lumayan.

Lalu masyarakat juga membayar pajak kendaraan, pajak usaha, PBB, dan deretan pajak dan pemasukan yang lain, tentu telah masuk ke daerah, juga lumayan.

Karena itu, tolong, perhatikan itu tanjakan tabalik. Sebelum setiap hari makan korban, anak-cucu kelak akan tabola-bale tarus, luka-luka tarus.

Atau, kalau dong bolom mau faduli, maka  tulisan ini saya hanya tujukan kepada tiang-tiang baliho yang anda tancapkan di ujung tanjakan tabalik yang, kapan saja bisa menjadi “rotan di kaki anda, juga kepala”.
Terima kasih.(*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Selasa, 10 September 2024
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2024/09/selasa-10-september-2024.html

Exit mobile version