Site icon MalutPost.com

Pray For Gam Rua

Oleh: Harun Gafur
(Akademisi, Pegiat Literasi Teras Sagu)

“Tidak ada suatu musibah pun menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah. Siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk pada hatinya. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Taghabun – Ayat 11)

Indonesia memiliki gunung api aktif yang relatif banyak, dan tersebar dari Sabang sampai Merauke, sehingga Indonesia dikenal sebagai kawasan Ring of Fire.

Saat ini di Indonesia, tercatat 129 gunung berapi yang masih aktif, dan 500 yang tidak aktif (Djalil, Rieneke, dan Tilaar, 2013). Dari 129 gunung api aktif, Gunung Gamalama merupakan salah satu gunung berapi, yang dikategorikan gunung api aktif tipe A.

Sehingga jika dilihat pada aspek geografis, Indonesia diuntungkan dengan keberadaan gunung api yang kaya akan sumber daya alam dan banyaknya relief yang memanjakan mata.

Namun tidak menutup kemungkinan, kekayaan alam tersebut menyimpan potensi bencana khususnya letusan gunung api (Agustin, 2016). Selain itu, bencana susulan berupa banjir lahar dingin juga bisa terjadi, apabila intensitas dan frekuensi curah hujan relatif tinggi.

Letusan gunung api Gamalama disertai keluarnya material dan menimbulkan timbunan abu di area sekitar gunung. Hal ini berpotensi terjadinya banjir lahar dingin, (Iskar Hukum, 2019).

Maluku Utara sebagai salah satu daerah dengan tingkat kerawanan terhadap bencana geologi yang tinggi. Salah satu kerawanan bencana geologi di Maluku Utara khususnya Kota Ternate yaitu letusan gunung Gamalama yang disertai dengan bencana banjir lahar dingin.

Baca Halaman Selanjutnya..

Pada tanggal 27 Desember 2011 terjadinya banjir lahar dingin akibat bencana sekunder dari sisa material letusan gunung Gamalama yang terbawa aliran air melalui sungai kemudian meluap menerjang pemukiman masyarakat yang berada disekitar aliran sungai, sehingga menimbulkan dampak yang cukup besar, (Nawir Anwar, dkk, 2021).

Kota Ternate merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang pernah mengalami banjir lahar dingin, di kelurahan Tubo pada tahun 2011 yang menimbulkan dampak serius bagi kehidupan masyarakat.

Erupsi gunung api Gamalama berupa material lahar disertai hujan debu, yang menyebabkan banjir lahar dingin akibat intensitas dan frekuensi curah hujan tinggi.

Selanjutnya di tahun 2022 tercatat tidak kurang dari 26 unit rumah warga yang tersebar pada sejumlah wilayah di Kota Ternate, terdampak banjir dan angin puting beliung pada Selasa (29/3/2022), yang berdampak pada kerusakan rumah, dan jatuhnya korban jiwa, data (BPBD) Kota Ternate.

Pray For Gam Rua
Banjir di Rua Ternate, Fenomena Geologi yang Terulang, Minggu 25 Augustus 2024 dibawa kaki gunung gamalama malam itu hujan dengan intensitas tinggi yang mengguyur wilayah Kota Ternate.

Provinsi Maluku Utara, pada Minggu (25/8/2024) pukul 03.30 WIT, menyebabkan terjadinya banjir bandang di Kelurahan Rua, Kecamatan Pulau Ternate dan mengakibatkan kurang lebih 13 warga menjadi korban, 10 rumah rusak berat.

Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Maluku Utara, Abdul Kadir Dedi Arif, mengungkapkan secara geologi, daerah Rua di Kota Ternate termasuk dalam fasies Gunung Gamalama Tua.

Baca Halaman Selanjutnya..

Lokasi ini, menurut Abdul, pernah menerima material vulkanik dari letusan Gunung Gamalama pada masa lalu yang kini menjadi penyebab banjir bandang.

Sehingga yang terjadi hari ini disebabkan oleh material sedimen vulkanik lama yang tererosi turun dari hulu, memicu terjadinya banjir. Dan juga tidak ada perubahan lanskap atau pemanfaatan lahan secara masif yang menyebabkan bencana ini.

“Fenomena ini murni bersifat geologi di mana curah hujan yang tinggi menyebabkan material vulkanik di hulu yang tidak lagi mampu menahan beban, akhirnya turun melalui anak sungai dengan diameter lebih kecil hingga menyebabkan banjir,” jelasnya, https://www.rri.co.id/(Sofyan A. Togubu).

Pesan Al-Khaliq di Bumi Manusia, Bencana bukan Azab
Akibat dari bencana yang beruntun itu, korban tewas dan hilang mencapai kurang lebih puluhan orang, dan ada yang luka-luka, bahkan ada yang mengungsi.

Karena pemberitaan yang begitu massif, kesedihan pun merebak ke seluruh Nusantara. Selain soal fakta yang memilukan, yang membuat suasana kian tak menentu adalah munculnya beragam interprestasi atas bencana yang telah terjadi dengan bumbuh-bumbuh irasionalitas yang melampaui batas-batas proporsional.

Salah satu interpretasi, yang menurut penulis tidak proporsional adalah banyaknya anggapan bahwa ada sesuatu yang tidak beres, ini pasti perbuatan manusia sekitar dan lain-lain sebagainya, dan juga ada ungkapan bahwa bencana merupakan azab atau hukuman dari Allah SWT.

Sementara pengertian Azab, menurut Ensiklopedi Islam yang ditulis oleh puluhan intelektual Muslim Indonesia berasal dari bahasa Arab yang artinya siksaan, pembalasan, atau hukuman Alllah SWT bagi hamba-hamba-Nya yang melanggar peraturan-Nya atau hukum-hukum-Nya.

Baca Halaman Selanjutnya..

Mengacu pada pengertian diatas menurut penulis anggapan bencana sebagai azab Allah jelas tidak proporsional karena yang demikian itu sama artinya dengan buruk sangka (su’udzan), bukan saja pada para korban dan masyarakat sekitar wilayah bencana, tapi juga pada Allah SWT. Padahal (Allah) Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Kalaun pun Allah dianggap memberi azab, pastilah azab itu hanya diperuntukkan bagi mereka yang membuat kesalahan, yang melanggar peraturan-Nya, atau hukum-hukum-Nya, bukan pada orang-orang yang tak berdosa (apalagi bagi anak-anak yang masih ‘suci’).

Memberi hukuman bagi yang tak berdosa bertolak belakang dengan sifat-Nya yang Maha Kasih dan Maha Adil. Interpretasi yang proporsional terhadap bencana adalah, pertama, ia merupakan peristiwa yang tidak lepas dari Sunnatullah (pesan dan peringatan) manusia yang di timbulkan akibat kelalaian manusia, bumi beserta isinya.

Hal ini juga menurut IAGI (Abdul Kadir Dedi Arif, 2024), merupakan Fenomena yang bersifat geologi di mana curah hujan yang tinggi menyebabkan material vulkanik di hulu yang tidak lagi mampu menahan beban, akhirnya turun melalui anak sungai dengan diameter lebih kecil hingga menyebabkan banjir.

Sehingga untuk meminimalisir kesalahan atau kelalaian manusia pada hukum sebab akibat bencana bisa dihindari dengan menutup segala kemungkinan yang bisa menyebabkan terjadinya bencana.

Untuk menghindari bencana tanah longsor misalnya, bisa di lakukan dengan menahan tanah yang berpotensi longsor dengan tanaman-tanaman yang berakar kuat atau dengan membanggun tembok-tembok yang kokoh dan mampu menahaan perbukitan agar tak terjadi longsor.

Bencana banjir juga bisa dihindari dengan menyediakan lahan serapan air yang memadai, atau dengan sistem drainase yang moderm. Kedua, bencana juga bisa di maknai sebagai bentuk kejadiaan alam dan Pesan Al-Khaliq di Bumi Manusia yang lebih rumit dari sekedar pesan kepada manusia yang tidak akan dan mengantisipasi.

Baca Halaman Selanjutnya..

Sebagai peringatn timbulnya akibat bencana yang lebih dhasyat seperti gempa tektonik baik diikuti gelombang tsunami atau tidak; gempa vulkanik akibat letusan gunung berapi serta letusan gunung berapi itu sendiri, dan bencana di akibatkan oleh terjangan angin yang berkekuatan luar biasa seperti angin putih beliung, topan, badai, atau yang sejenisnya.

Terhadap bencana jenis ini, kalau pun manusia tak bisa mencegahnya, paling tidak bisa mendeteksinya secara lebih dini. Sayangnya, deteksi dini itu tak diikuti dengan kesadaran yang memadai dari masyarakat sehingga jatuhnya korban tetap tak bisa dihindari.

Begitu pun pada kasus gempa dan tsunami di Mentawai, para ahli geologi suda mampu mendeteksinya sejak dini. Tapi lemahnya kesadaran dan kurangnya infrastruktur dan alat-alat teknologi yang memadai membuat masyarakat sulit menghindar dari bencana.

Akhir dari tulisan singat ini dengan memahami bencana seperti itu, terbuka peluang bagi kita untuk menghindarinya, atau meminimalisasi dampaknya.

Kalaaupun bencana kita anggap sebagai azab maka azab itu datang karena kebodohan dan minimnya kesadaran kita, absenya kebijakan pemerintah terkait upaya-upaya mitigasi bencana.

Bukan azab tetapi ini merupakan Pesan dan peringatan Sang Al-Khaliq di Bumi Manusia agar supaya manusia dan seisinya tidak melakukan tindakan yang melanggar aturan dan tuntunannya.

Akhir kata turut berduka cita, atas bencana alam banjir di wilayah Gam Rua, dan mari kita semua kirimkan Do’a semoga saudara-saudari kita yang terdampak dibalik peristiwa ini diberikan ketabahan, keselamatan, dan lindungan Allah SWT, Aamiin.(*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Selasa, 27 Agustus 2024

Exit mobile version