Site icon MalutPost.com

Sepasang Jiwa Garis Melengkung

Foto ilustrasi. (Fatdesain)

Oleh: Muhlis Buamona

___

Sore itu langit sedikit mendung, meski bertanda hujan akan membasahi bumi terik senja yang begitu kuning kemerahan masih terlihat sejuk.

Aji laki-laki serjana yang memilih mengabdi di negrinya sendiri itu termenung dengan wajah agak kesal, apalagi senteran senja yang pas di wajahnya membuat ia melepaskan selurub tumpukan dunia dalam dirinya.

Hai Ji, sapa Nona dari belakang, sontak raut wajah Aji berubah dalam waktu cepat, udara semakin dingin, cahaya bintang sedikit-sedikit bermumculan, sementara paras nona yang sederhana menggeser akal sehatnya aji dengan tingkahnya mulai tak teratur.

Hai juga nona, sudah lama kamu berdiri dibalakangku..?, balas aji Dengan Nada suara agak lambat dan terbata.

Baru saja aku sampai, tapi sepertinya kamu sedang kepikiran ya…Sikap nona yang cenderung peka.

Pertemuan itu bukan tanpa rencana, awalanya Nona beruapaya Mati-matian untuk kembali berkomunikasi dengan aji. Niatnya menjalin silaturahim dan berbagi pengalaman setelah berpisah lima tahun.

Aji dikenal seorang lelaki yang arah hidupnya penuh dengan jiwa-jiwa perubahan dalam ruang sosial, budaya, Politik dan hukum. Apalagi dengan latar belakang bergelar Serjana Hukumnya.

Iya nih, Saya sering seperti ini. Yaa mau gimna lagi selain memikirkan kidupan sendiri lalu bagaimna dengan orang-orang disekitar kita. Mereka perlu banyak uluran tangan dari Kita selaku orang yang terdidik. Curhat serius oleh Aji

Disamping itu Nona terbungkam dan perhatikan setiap ucapan. Meski suasana sudah gelap dan suhu malam yang dingin tak menghalangi kepedulian nona sebagai pendengar setia. Jilbab langsung yang ia pake menutup sampai pertengan pergelangan tanganya membuat siakp aji sering salah tingkah.

Ehhhh, kenapa kamu terlihat serius amat untuk mendengar.. Tegur aji

Ternyata apa yang saya dengar dari teman-teman dekatmu ada benarnya ya. Dari semasa perkuliahan habisin waktu dengan membaca, bediskusi, menulis, bahkan sampai mempin sebuah organisasi kampus. Sudah begitu sering-demo kebijakan yang tak pro terhadap kepentingam orang banyak. Haduuu pasti hidupmu ini menampung sgudang masalah yaaa. Sambung Nona dalam suasana paras yang kagum dan juga heran.

Baca halaman selanjutnya…

Kenapa kamu ketawa kecil-kecil gitu. Kamu ngeledekin aku yaaa. Tanggapi aji agak kesal

Yaaa, abis Ngurusin hidup sendiri ajah susah apalagi mau urusin hidup orang lain sudah begitu suka lawan-lawan kebijakan pemerintah lagi. Tutur nona dalam membantah jejak perjalananya Aji.

Angin malam sepoi-sepoi nona memberi reaksi menggigil kedinginan. Aji berempati, baru saja membuka kamejanya untuk membungkus tubuh perempuan berparas jelita itu ehhhh, Hendpone Aji keburu berdering.

Treng…treng…treng… Raut wajah aji agak laing, dinding dadanya berdetak panik, Pikiran bersebar takruang.

Angkat saja Ji, seketika Nona memberi pengertian. Aku juga paham ko, dia layak diperjuangkan…

Aji menatap mantan pacarnya itu dalam-dalam. Tangan bergenggam Hendpone itu terasa berat minta ampun baginya. Meski begitu ia tetap menjawab telpon dari Rati, pacar seriusnya.

Assalamuallaikum Ji sekarang kamu lagi di mana.? Belum lagi menjawab pertanyaan, Rati langsung meminta agar Aji menjemputnya untuk diantarkan ke pasar…

Sedangkan Nona hanya terdiam, dan langsung pamit pulang. Lanjutin nelpon sama pacarmu itu ya, Aku pulang dulu soalnya mau selesain pekerjaan kantor. Sambil melangkah pulang sepertinya kenagngan lima tahun lalu telah runtuh seutuhnya dan tidak lagi bisa untuk diramu kembali. Suasana dalam hati Nona. (*)

Exit mobile version