Site icon MalutPost.com

Mantan Kepala BPBJ Divonis Rabu Pekan Depan

Terdakwa Ridwan Arsan saat mendengar pledoi di Pengadilan Negeri Ternate.(Iwan/malutpost.com)

 

Ternate, malutpost.com — Terdakwa Ridwan Arsan membacakan nota pembelaan atau pledoi dirinya karena terjerat dugaan kasus suap terhadap mantan Gubernur Maluku Utara (Malut), Abdul Gani Kasuba (AGK).

Sayangnya, pembelaan dari Ridwan Arsan, ditolak oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang yang digelar Kamis (25/7/2024).

Pledoi Ridwan Arsan dibacakan melalui tim penasehat hukum (PH), Iskandar Yoes Sangaji dan Muhammad Tabrani.

Dalam pledoi itu meminta Hakim Ketua Haryanta didampingi 3 anggota hakim lain agar meringankan hukuman terdakwa Ridwan Arsan.

“Atas dasar tuntutan Jaksa KPK, kami selaku penasihat hukum terdakwa punya pandangan yang berbeda dalam penyampaian nota pembelaan (Pledoi). Karena kami berpendapat berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, jika merujuk ajaran tindak pidana tanpa kesalahan dalam hukum pidana, maka perbuatan terdakwa kurang tepat dikualifikasi sebagai turut serta menerima uang suap bersama-sama secara berlanjut. Sebab, peran terdakwa Ridwan Arsan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana karena tidak mengandung unsur kesalahan dalam Pasal 12 huruf a UU PTPK,”ungkap PH Iskandar Yoes Sangaji selaku ketua tim PH.

Baca Halaman Selanjutnya…

Iskandar menegaskan, dalam peldoi, tidak semua aliran uang dari Imran Jakub ke AGK, melalui rekening terdakwa.

Sebab, sebagian uang pemberian dari Imran Jakub juga dikirim melalui rekening Faizal H. Samaun dan Abdullah Al Ammari secara langsung ke Zaldy H. Kasuba dan terdakwa Ramadan Ibrahim.

“Sehingga dengan pemberian uang Imran Jkub yang dititipkan melalui klien kami yakni terdakwa Ridwan Arsan selanjutnya diberikan ke AGK melalui rekening Zaldy H. Kasuba dan Ramadan Ibrahim. Artinya, pemberian uang tersebut harus dipandang sebagai pemberian uang berdasarkan Pasal 5 ayat ayat 1 Undang-Undang PTPK. Jadi bukan penerimaan uang sebagaimana tuntutan Jaksa KPK, yakni Pasal 12 huruf a Undang-Undang PTPK.

“Disitu kita bisa lihat kalau terdakwa tidak pernah diarahkan secara khusus oleh AGK untuk menampung uang. Dalam artian, menerima uang untuk kepentingan AGK. Jika faktanya seperti itu, maka mestinya terdakwa dituntut sebagai orang yang turut serta bersama Imran Yakub dalam memberikan uang kepada AGK, sebagaimana diatur pasal 5 ayat 1 Undang-Undang PTPK,”tegasnya.

Dalam peran itu, lanjut Iskandar, terdakwa Ridwan Arsan tidak mengetahui sama sekali atau patut menduga kalau, niat membantu AGK selaku atasan terdakwa dengan membantu mentransfer uang Imran Jakub, menimbulkan akibat dilantiknya kembali Imran Jakub sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di Provinsi Maluku Utara.

Sebab, pejabat pada OPD Provinsi Maluku Utara merupakan kewenangan prerogatif AGK selaku gubernur saat itu.

Baca Halaman Selanjutnya…

“Itu artinya terdakwa Ridwan hanya sebagai Kepala BPBJ yang tidak memiliki kualitas maupun kewenangan untuk menilai hal itu. Sehingga dengan prasangka baik sebagai bentuk loyalitas bawahan kepada atasan, terdakwa bersedia ketika diminta bantuan,”jelasnya.

Selain itu, Iskandar bilang, peran terdakwa jangan dipandang diluar tugas. Jika dipandang bekerja diluar tugas, maka JPU KPK harus melihat itu sebagai perintah atasan dan bawahan supaya berdasarkan Pasal 51 ayat 1 KUHP menegaskan, orang yang melaksanakan perintah atasan tidak dapat dipidana.

“Atas dasar itulah, maka sangat besar harapan kami majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini dapat memutuskan perkara ini dengan keputusan yang obyektif berdasarkan bukti-bukti sah dan terungkap di persidangan serta meyakinkan. Agar tercapainya keadilan dan kebenaran. Sehingga saat putusan nanti dan jika terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana tuntutan Jaksa KPK, maka terdakwa harus dibebaskan. Hak-hak terdakwa juga harus dipulihkan dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya dalam keadaan seperti semula,”tandasnya.

Mendengar ini, salah satu JPU KPK kemudian menyatakan kepada hakim bahwa pledoi tersebut sudah ada dalam berkas JPU. “Kita masih pada tuntutan yang mulia majelis hakim,” tegas JPU.

Disini, Hakim Ketua Haryanta kemudian memutuskan untuk menyusun semua proses putusan serta mendiskusikan pledoi yang disampaikan dan akan membacakan putusan pada Rabu, 31 Juli 2024 pekan depan.

“Hari ini sidang dinyatakan ditutup dan akan dibacakan kembali putusan terdakwa pada Rabu, 31 Juli 2024),”pungkasnya.

Untuk diketahui, pada sidang sebelumnya, Jaksa KPK sudah menyampaikan tuntutan terhadap terdakwa Ridwan Arsan berdasarkan nomor 61/TUT.01.06/24/07/2024 tanggal 19 Juli 2024.

Inti tuntutannya, terdakwa Ridwan Arsan dihukum 5 tahun penjara dan denda 300 juta serta subsider 6 bulan kurungan.

Sebab menurut pandangan Jaksa KPK, terdakwa melanggar Pasal 12 huruf a UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 20/2021 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.(one/aji)

Exit mobile version