Oleh: Hasman Sangaji
____
“Kalau memang jodoh gak akan kemana” Begitulah pemikiran kebanyakan orang yang masih memilih untuk percaya pada kata-kata tersebut.
***
Sore yang tenang.
Ting..ting.. (bunyi pesan masuk di handphone)
Mataku langsung tertuju ke handphone, melihat notifikasi pesan masuk hanya dari //lock screen//.
Nomor baru, tapi aku tau betul siapa pemilik nomor tersebut.
Semenit setelah membaca pesan secara sekilas. Ragaku saat ini mungkin lagi berada di tengah-tengah keramaian, di sudut salah satu kafe terkenal di kota tempat tinggalku. Namun, pikiranku melanglangbuana jauh pergi sejenak meninggalkan ragaku yang masih duduk terdiam disini.
Pikiranku menarikku kembali kepada sosok Ellisa, si pengirim pesan. Nomornya memang baru di handphoneku tapi tidak dengan dirinya dihatiku. Ellisa pemilik hatiku sejak lama. Tak hanya bertahta di hati, Ellisa bahkan telah mengambil 100persen diriku, hatiku, perhatianku, pengorbananku hingga sedih, marah dan bahagiaku.
Ellisa dan aku (Fajri) bahkan pernah berada di titik telah berkomitmen. Komitmen untuk bersama selamanya, membangun asa untuk bisa hidup seatap. Meski jalan yang kita hadapi tidak semudah itu. Hubungan jarak dekat, jauh hingga dibentur dengan penolakan dari ibu Ellisa telah berhasil kita berdua lewat, meski tertatih-tatih.
“Kalau nanti menikah, kita harus pakai dress bernuansa Islami,”kata Ellisa lewat pesan Whatsapp saat itu.
“okey, sayang,”balasku singkat.
Prinsipku saat itu adalah tidak mau ribet. Yang terpenting Ellisa bahagia dan nyaman, maka apapun itu aku iyakan.
“eh iya tempatnya gimana, kita sewa gedung atau gimana menurut kak?,”tanyanya via telpon.
“bagusnya nyewa gedung aja ya, tapi kalau rumahnya gak di depan rumah jalan besar ya, it’s oke untuk pakai tenti di depan rumah,”balasku.
“sebenarnya 2.2nya bisa aja tergantung budget kak,” canda Ellisa.
“iya juga sih, terus kamu maunya berapa?. Jangan mahal-mahal banget lah, kan nanti kita hidup bersama,”kataku sambil tertawa kecil.
“iya dong kak, masa aku tega mau memberatkan kamu, nanti kalau kamu ngutang kan yang susah kita berdua juga,”kata Ellisa.
Percakapan lewat telpon malam itu memang bukan pertama kali, Ellisa dan aku membahas topik itu. Namun, pada akhirnya Ellisa dan aku sepakat untuk menetapkan hati, hari dan tempat.
“Aku harus kembali ke kampung dulu, untuk memberitahukan orang tuaku, dan siapkan segalanya sebelum aku ke tempatmu,”kata ku pada Ellisa lewat pesan WA.
Baca halaman selanjutnya…
Sekembalinya aku ke kampung halamanku, ternyata tidak butuh waktu dan drama untuk mendapatkan restu dari kedua orang tua ku. Mereka setuju. Semunya telah ku siapkan. budget untuk perjalanan aku dan keluarga serta beberapa rekan pun telah disiapkan. Kabar bahagia telah aku sampaikan kepada Ellisa.
Hari berganti hari, semakin dekat dengan tanggal yang direncanakan. Entah apa gerangan yang terjadi, ada sesuatu hal yang beda. Pelan tapi pasti, Ellisa mulai slow respon saat dichat. Ditelpon pun jarang sekali diangkat, dengan alasan sibuk kerja hingga tidak memperhatikan handphone. Waktu terus berjalan, aku masih bersabar dengan segala tingkah lakunya.
Masih kuladeni, meski sakit hati. Ellisa benar-benar berubah. 100persen berubah dari Ellisa yang aku kenal dulu. Dia lupa dengan semua janji yang diucapkannya padaku. Dia lupa dengan semua percapakan-percakapan kita.
Nalarku masih tidak terima saat dimana Ellisa secara sepihak memutuskan hubungan. Dia dengan tegas meminta sudahi hubungan ini. Tanpa alasan ba bi bu. Dia memutuskan segala bentuk komunikasi kita berdua.
Bodohnya aku, masih sempat terpikirkan bahwa ini adalah cara Ellisa menguji keseriusanku.
“Semua perjuangan sudah ku lakukan, lantas apa lagi yang diinginkan oleh elisa, jangan-jangan Elisa hanya menguji keseriusanku,”ucapku dalam hati.
Hari-hari dilewati tanpa komunikasi dengan Ellisa. Tak berdiam diri, aku mengupayakan segala cara untuk bisa berkomunikasi lagi dengannya. aku benar-benar dilemma antara harus memaksa untuk pergi ke kampung halamannya atau stay di daerah tempat kerjaku.
Saat mengalami kebuntuhan, aku mencoba untuk refleksi perjalanan hubungan Ellisa dan aku. Harus kuakui ini bukan kali pertama Ellisa perlakukanku seperti ini. Meski, sebelum-sebelumnya sakit hati yang diberikan itu dari masalah yang berbeda.
Namun, yang ku ingat betul dari rentetan sakit hati itu adalah Ellisa adalah wanita yang tidak konsisten dan komitmen terhadap apa yang diucapkannya sendiri.
“hhuff.. capek juga ya,”ucapku pada diri sendiri.
“Kayaknya ini orang datang pas punya masalah sama mantannya, terus aku ini cuman sebatas pelampiasannya saja ya, Fajri oh Fajri mau aja kamu berada di hubungan rumit seperti ini, dibodoh-bodohi seperti ini,”ucapku lagi dengan lantang kepada diriku.
****
Luka dari Ellisa masih mengangga. Belum sepenuhnya kering.
Namun, Tuhan berencana baik kepadaku. Dengan mempertemukanku dengan teman sesame kuliah dulu, Darwis namanya. Darwis pernah menjadi lulusan terbaik di salah satu kampus ternama di daerahku. Darwis dan aku bercerita banyak hal, hingga berujung ke topik percintaan.
Aku berulang kali dibuat sadar oleh Darwis. Aku ‘tertampar’ dengan kata-katanya. Mungkin kata-kata ini bisa saja aku temukan dalam diri, namun beda saja kalau itu keluar dari mulut orang lain.
“Setiap hubungan itu sah-sah saja kalau kamu memberikan 100 persen effort untuk dia, namun sebaliknya kamu tidak menerima kembali 100persen effort dia. Maka itu hubungan yang tidak sehat karena cuman satu pihak yang berkorban dan berusaha, padahal hubungan itu kan dua orang, dua raga, dua pemikiran dijadiin satu,”kata Wis, begitu sapaan akrabku pada Darwis.
“Cukup Faj, carilah seseorang yang menghargai dan menerimamu seutuh dan apa adanya,”ucapnya.
“Carilah seseorang yang mau sama-sama berusaha, banyak kok di luar sana yang lebih baik dari dia,” tegas Darwis mengakhiri percakapan kita saat itu.
*****
“Lagi dimana?, ketemuan yuk, aku kangen loh,” bunyi pesan dari Ellisa yang aku terima di sore yang tenang.
“Wis, makasih ya atas saran dan Solusi terbaik. Akan selalu aku ingat kalau masalah ini menjadi pembelajaran yang berarti, saatnya aku harus move on dan mencari yang lain, bukan memilih orang yang cintanya sudah habis dengan lelaki lain,”ucapku dalam hati segera setelah mencerna dengan baik isi pesan singkat tersebut. (*)