Ternate, malutpost.com — Proses seleksi siswa melalui jalur Penerima Peserta Didik Baru (PPDB) online di Kota Ternate, Maluku Utara tampaknya menyisakan masalah yang berkepanjangan setelah banyak menimbulkan keluhan dari para orang tua siswa-siswi.
Pasalnya, ketentuan jalur kuota PPDB yang tertuang dalam aturan Permendikbud nomor 1 tahun 2021, melarang adanya penambahan rombongan belajar (Rombel).
Dalam ketentuan itu, jumlah siswa dalam satu kelas hanya cukup 36 orang.
Sementara informasi yang dihimpun malutpost.com berdasarkan keluhan orang tua pasca hasil seleksi PPDB diumumkan 10 Juli 2024, banyak peserta dinyatakan tidak lulus dalam tiga pilihan sekolah.
Sebagian dari orang tua terpaksa mengadukan ke Ombudsman dan panitia PPDB dengan harapan anak mereka bisa terakomodir ke sekolah yang dipilih.
Seperti yang dikeluhkan Fauzi, orang tua dari siswi bernama Kayla Cantika Khumaira.
Kayla yang merupakan siswi berprestasi ini mendaftar di tiga sekolah SMA berbeda. Salah Satunya SMA Negeri 1 Kota Ternate. Akan tetapi, Kayla dinyatakan tidak lulus tanpa alasan yang jelas.
Baca Halaman Selanjutnya…
Makanya Fauzi yang merupakan orang tua Kayla ketika mengadukan hal ini ke panitia PPDB SMA Negeri 1 Kota Ternate, tak kunjung mendapatkan informasi balasan.
Menanggapi masalah ini, Humas SMA Negeri 1 Kota Ternate, Najamudin Saribulan mengatakan, persoalan ini bukan kesalahan sekolah dan dinas. Tetapi kesalahan peserta yang mengupload data saat mendaftar.
“Banyak terjadi kesalahan-kesalahan begitu,”aku Najamudin kepada malutpost.com, Selasa (16/7/2024).
Meski begitu, dia juga mengaku prihatin dengan keluhan orang tua dan nasib peserta. Tapi kata Najamudin, pihaknya tidak bisa berbuat banyak.
Sebab, keluhan dari para orang tua siswa-siswi sudah dikonsultasikan dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Lanjut Najamudin, pihaknya mengaku bingung dengan regulasi yang ada. Sebab, pilihan peserta di SMA Negeri di Kota Ternate sangat tinggi. Kemudian aktivitas PPDB juga dipantau Ombudsman.
“Mereka kan (BPKP) sangat ngotot dengan itu, makanya kami bertanya apakah ada solusi untuk itu,”ungkap Najamudin dengan nada tanya.
Baca Halaman Selanjutnya…
Najamudin bilang, solusi terakhir untuk menyelamatkan masa depan anak-anak dengan membuat kebijakan. “Apapun kondisinya, hanya kebijakan yang bisa mengakomodir peserta. Tidak ada solusi lain. Solusinya hanya kebijakan. Karena anak-anak yang tidak lulus saat seleksi itu tidak mau sekolah ke swasta. Kami bukan merendahkan sekolah swasta tapi kenyataannya begitu,”ujar Najamudin.
Menurutnya, sekolah dipantau Ombudsman tapi bagaimana cara menyelamatkan siswa yang ingin melanjutkan jenjang SMA/SMK untuk masa depan.
Ia bahkan meminta Dikbud Malut, Ombudsman dan BPKP duduk bersama untuk mencari solusi.
“Supaya sekolah dan dinas mengambil langkah. Ini bukan tentang melanggar aturan, bukan. Lalu dengan persoalan ini masing-masing pertahankan tanpa melahirkan solusi. Yang kita cari ini solusi. Kami dari sekolah belum ada solusi-solusi yang memungkinkan. Meskipun ketentuannya sesuai dengan kuota sekolah, tapi sekali lagi, apakah kita mau bertahan dengan kuota itu. Jadi kita ini maju kena mundur juga kena,”ungkap Najamudin.
Najamudin berharap Ombudsman di tengah permasalahan yang ada bisa melahirkan solusi.
“Kalau Ombudsman bilang tidak boleh ada penambahan soal rombel lalu apa solusinya. Coba duduk bersama. Sekarang anda (Ombudsman) memantau kami, lalu solusinya apa. Kami butuh solusi. Ombudsman dan BPKP menjalankan tugas mereka, tapi ingat di dalam kami dan mereka itu ada sebuah masalah yaitu anak-anak belum dapat sekolah,”pungkasnya.(nar/aji)