Ternate, malutpost.com — Bakal beroperasinya perusahaan PT. Aneka Niaga Prima (ANP) di Pulau Fau, Kecamatan Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara menimbulkan kecemasan warga setempat.
Masyarakat yang belum pulih sebagai penyintas akibat tambang, kini harus berhadapan kembali dengan aktivitas ekpoloistasi Pulau Fau.
Keluhan masyarakat ini mendapat sorotan dari anggota DPRD Provinsi Maluku Utara, Sahril Taher.
Wakil Ketua DPRD Maluku Utara itu mengatakan, pihaknya meminta kepada pemerintah pusat untuk meninjau kembali Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. ANP yang saat ini mulai menggarap nikel di Pulau Fau.
Sahril bilang, Pulau Fau tak layak ditambang karena pulau kecil yang luasnya sekitar 500 hektare.
“Kasihan pulau hanya dengan luasan 500 hektare, lalu dieksploitasi. Pemerintah pusat harus tinjau kembali ini,” kata Sahril, Jumat (14/6/2024).
Sahril bilang, ini adalah sebuah proses kesalahan di masa lalu yang tidak boleh diabaikan, dimana izin tersebut dikeluarkan oleh Bupati Halmahera Tengah, Al Yasin Ali pada tahun 2012.
Baca halaman selanjutnya…
Namun, lanjut Sahril, pada saat penyerahan kewenangan dokumen Personel, Pendanaan, Sarana dan Prasarana serta Dokumen (P3D) dari pemerintah kabupaten ke pemerintah provinsi tidak termuat nama perusahaan PT. ANP tersebut.
“Itu tahun 2018 penyerahan P3D dari pemerintah kabupaten kepada provinsi itu perusahaan PT Aneka Niaga Prima ini tidak tercantum. Bisa jadi ilegal ini, karena dalam penyerahan dokumen ke pemerintah provinsi seluruh IUP di kabupaten/kota perushaan ini tidak termuat,” ujarnya kesal.
“Lalu kenapa tiba-tiba diaktifkan oleh pemerintah pusat, melalui mekanisme apa,” sambung Sahril.
Ketua DPD Partai Gerindra Maluku Utara itu dengan tegas mengatakan, apapun alasannya tidak boleh ada aktivitas tambang di pulau kecil tersebut.
Ia menilai pemerintah pusat telah mengabaikan hak-hak lingkungan masyarakat Pulau Gebe dan sekitarnya. Jika seperti itu untuk apa melakukan investasi dengan dasar mensejahterakan rakyat.
“Pemerintah pusat tolonglah, ini negeri mau diapakan ini kalau rusak seperti ini. Tidak ada konsep mensejahterakan rakyat dengan cara-cara seperti itu, ini pulau terlalu kecil untuk dilakukan eksploitasi tambang,” tutur Sahril.
“Pemerintah pusat harus ada rasa, begitu juga pengusaha tambang juga harus punya perasaan lah. Masa pulau sekecil ini langsung ajukan untuk dieksploitasi,” ungkap dia.
Baca halaman selanjutnya…
Bagi Sahril, sekalipun ada cadangan nikel biarlah itu menjadi sebuah potensi SDA yang nanti menjadi lokasi penelitian para generasi Maluku Utara.
Bahkan ia memprediksi 50 tahun hingga 100 tahun Maluku Utara tidak bisa lagi memanfaatkan lahan seperti itu sebagai tempat penelitian.
“Yang jelas pulau kecil itu tidak boleh eksploitasi. Saya cuman minta pemerintah pusat untuk mencabut izin PT Anega Niaga Prima ini. Inikan kasihan, ratusan alat berat sudah turun disana,” kata Sahril.
Lanjut dia, pengusaha juga harus punya rasa dan jangan terlalu bernafsu mengekspeksploitasi SDA tanpa memikirkan lingkungan di Maluku Utara.
“Pengusaha harus punya rasa lah, jangan nafsu sekali eksploitasi. Tarik keluar itu alat-alat, tidak usah eksploitasi di wilayah seperti itu,” tegas Sahril.
Sahril mengatakan DPRD Provinsi Maluku Utara akan mengundang pihak perusahaan tambang dan melakukan penelitian tentang keberadaan IUP yang menurutnya tidak ada dalam dokumen saat penyerahan. (nar)