Ternate, malutpost.com — Penyelidikan dugaan kasus pemalsuan surat landerffom dan pembatalan pemberian dari kesultanan dengan terlapor Juharno, dihentikan tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Maluku Utara.
Pemberhentian kasus tersebut karena barang bukti dianggap tidak valid dan akurat untuk ditindaklanjuti ke penyidikan.
“Dari hasil gelar, laporan tersebut tidak bisa dilanjutkan ke tahap penyidikan,” ungkap Wadir Krimum Polda Maluku Utara, AKBP Anjas Gautama Putra melalui Kabid Humas, AKBP Bambang Suharyono, Senin (10/6/2024).
Bambang bilang, alasan kasus dihentikan karena bukti-bukti yang diberikan pelapor ke penyidik tidak memiliki keabsahan asli atau surat aslinya tidak ada.
“Hari ini biar dihentikan, jika dikemudian hari ada keaslian surat yang diberikan maka kasus itu akan dibuka kembali,” pungkasnya.
Untuk diketahui, pada 1959, Kesultanan Ternate melalui Sultan Iskandar Djabir M. Sjah menyerahkan sebidang tanah perkebunan dengan luas 1,5 hektar yang berada di Desa Kalumata, Kecamatan Kota Praja Kabupaten Maluku Utara (sebutan Kelurahan Kalumata kala itu).
Baca halaman selanjutnya…
Sebidang tanah itu diberikan kepada almarhum atas nama Buka sebagai wujud apresiasi atas pengabdian almarhum sebagai Jogugu Loloda, Kesultanan Ternate.
Pemberian tanah oleh Sultan Ternate tertera dalam surat yang disebut cucatu. Tetapi surat tersebut hilang.
Kemudian pada 1996, surat itu dibuatkan lagi oleh Sultan Mudaffar Sjah yang merupakan putera dari Iskandar Djabir Sjah. Surat yang dibuat kala itu, dilengkapi dengan stempel sah kesultanan Ternate beserta tanda tangan mendiang Sultan Mudaffar Sjah.
Namun pada 2016, datang pensiunan oknum TNI bernama Juharno yang mengklaim bahwa tanah itu adalah miliknya. Juharno datang ketika Sultan Mudaffar Sjah meninggal dunia.
Berbekal SHM miliknya, ia meminta ganti rugi kepada ahli waris almarhum Buka dan seluruh warga yang menempati lahan/tanah tersebut.
Namun ahli waris almarhum Buka menolak keras tindakan itu dengan berpegang teguh bahwa status tanah itu adalah tanah adat pemberian sultan dan sudah ditempati puluhan tahun.
Baca halaman selanjutnya…
Kemudian Juharno pada 1978 mengaku kalau dirinya merupakan seorang petani sehingga dapat menerbitkan sertifikat Hak Milik Atas Tanah (SHM) nomor 229 tahun 1978 atas nama Juharno.
Karena berdalih itu adalah tanah negara bekas swapraja/eigendom sesuai SK Panitia Landreform No.06/PL7TRT/78 tanggal 10 Mei 1978, kemudian diproses dengan SK Gubernur No.89/HM/PL7TRT/78 tanggal 1 Desember 1978: Juharno yang diserahkan kepada Dandim 1501 Maluku Utara untuk Anggota Perwira ABRI yang bertugas saat itu sehingga terbitlah SHM Nomor 229 atas nama Juharno.
Berjalan waktu, Juharno menggugat persoalan tersebut ke PN Ternate. Setelah tuntutan oleh Juharno di Pengadilan Negeri Ternate, gelar perkara pertama pun dilakukan dengan perkara Nomor, 34/Pdt.G/2017/PN.Tte dan dimenangkan yakni Juharno.
Setelah itu, Sultan Hidayatullah Sjah mengeluarkan surat yang membenarkan surat sebelumnya oleh almarhum Sultan Mudaffar Sjah tentang pemberian sebidang tanah oleh Kesultanan Ternate. Beliau (Sultan Hidayatullah Sjah) juga mengatakan bahwa surat pembatalan tahun 1997 yang dimiliki Juharno tidak pernah dibuat oleh almarhum Sultan Mudaffar Sjah.(one/aji)